Ahad 05 Feb 2023 16:43 WIB

Sebanyak 79 Ulama Dunia Hadiri Muktamar Internasional Fikih Peradaban

Muktamar Fikih Peradaban digelar sebagai bagian puncak Harlah 1 Abad NU

Rep: Dadang Kurnia, Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyampaikan sambutan sekaligus membuka Pameran Foto dan Dokumen Komite Hijaz di Hotel Shangri la, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (5/2/2023). Pameran foto dan dokumen tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Seni Budaya Muslimin (LSBM) dan Lembaga Talif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) dalam rangkaian acara satu abad Nahdlatul Ulama. Pameran itu mengangkat tentang kisah perjalanan KH Abdul Wahab Chasbullah dan syekh Ghanaim Al-Amir sebagai utusan pertama NU untuk menghadiri pertemuan dengan Raja Ibnu Saud tahun 1928 di  Hijaz, Arab Saudi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyampaikan sambutan sekaligus membuka Pameran Foto dan Dokumen Komite Hijaz di Hotel Shangri la, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (5/2/2023). Pameran foto dan dokumen tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Seni Budaya Muslimin (LSBM) dan Lembaga Talif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) dalam rangkaian acara satu abad Nahdlatul Ulama. Pameran itu mengangkat tentang kisah perjalanan KH Abdul Wahab Chasbullah dan syekh Ghanaim Al-Amir sebagai utusan pertama NU untuk menghadiri pertemuan dengan Raja Ibnu Saud tahun 1928 di Hijaz, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban (Fiqih al-Hadharoh) di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (6/2/2023). 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan satu abad NU bakal dihadiri 79 ulama ahli fikih dunia. Ulama-ulama yang telah mengkonfirmasi hadir tersebut berasal dari 40 negara.

Baca Juga

"Yang sekarang sudah hadir di sini ada sekitar 60-an ulama dari 79 yang telah mengkonfirmasi hadir. Itu dari 40 negara," kata Gus Yahya di Hotel Shangrila Surabaya, Ahad (5/2/2023).

Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang diselenggarakan kali ini, lanjut Gus Yahya, adalah yang pertama. 

Tetapi, dia berharap kegiatan serupa dapat terus diselelenggarakan secara reguler. Bisa digelar setiap tahun, atau minimal dua tahun sekali.

"Makanya Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini kita kasih nama yang pertama. Biar nanti kita bikin reguler. Mudah-mudahan tahun depan kita bisa gelar kelanjutannya muktamar kedua dan seterusnya setiap tahun atau sekurang-kurangnya dua tahun sekali untuk mengumpulkan ulama dari seluruh dunia," ujarnya.

Muktamar Fikih Peradaban tersebut, kata dia, sebagai inisiasi untuk melahirkan diskursus atau wacana tentang peradaban seperti apa yang khendak dibangun ke depan. 

Lewat muktamar tersebut, NU ingin memulai satu perbincangan serius di kalangan ulama ahli fikih tentang bagaimana sebetulnya wawasan tentang masa depan peradaban itu dikaitkan dengan nilai-nilai syariat yang valid.

"Kita harapkan ada upaya-upaya yang sejalan dengan kegiatan ini dari ulama di negara-negara lain untuk kemudian bisa disinergikan bersama," kata Gus Yahya. 

Menurut dia, tujuan dari Muktamar Fikih Peradaban ini untuk menginisiasi suatu diskurusus atau wacana tentang peradaban seperti apa yang diinginkan umat manusia di masa depan, serta bagaimana sumbangsih Islam untuk peradaban tersebut.  

"Serta bagaimana terbetuknya pondasi keagamaan, landasan syariat daripada Islam tentang amsa depan peradaban itu, serta agenda-agenda yang nanti akan diluncurkan di dalam rangka memperjuangkan masa depan Islam," ucapnya.

Selama ini, menurut Gus Yahya, para ulama sudah memiliki wacana yang cukup besar tentang toleransi, tentang moderasi beragama dan lain sebagainya.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Namun, kata dia, sebetulnya ada kekosongan besar di dalam kaitannya dengan masalah-masalah global, yaitu wawasan syariat yang valid terkait dengan kontruksi peradaban.

"Nah dengan muktamar inilah kita hendak memulai suatu perbincangan, suatu wacana yang serius di kalangan ulama ahli fikih tentang bagaimana sebetulnya wawasan tentang masa depan peradaban itu dikaitkan dengan nilai-nilai syariat yang valid," kata Gus Yahya.

"Ini bukan agenda yang kecil, ini agenda raksasa, dan tentu harus melewati pergulatan yang tidak ringan nantinya. Tetapi kita harus memulai dan NU memberanikan diri untuk memulai," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement