REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer, Sumadi Atmadja, menanggapi masih adanya pelarangan menggunakan jilbab bagi pramugari di beberapa maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Menurut LBH Street Lawyer, pelarangan menggunakan jilbab adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Sumadi mengatakan, konstitusi Indonesia dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah menjamin kebebasan bagi setiap orang memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Serta berhak dan bebas meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
"UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mengatur bahwa hak beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun," kata Sumadi kepada Republika, Kamis (2/2/2023).
Baca juga : Komnas HAM: Hak Pramugari Berjilbab Perlu Didorong
Sumadi menegaskan, bagi pekerja perempuan pemeluk agama Islam atau muslimah, memakai jilbab atau hijab termasuk bagian dari menjalankan ajaran agama atau keyakinannya. Sehingga siapapun termasuk pengusaha yang melarang pekerja perempuan untuk mengenakan hijab atau jilbab merupakan bentuk pelanggaran HAM.
Ia mengingatkan, lebih lanjut Konvensi ILO Nomor 111 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melarang semua bentuk diskriminasi bagi pekerja. UU Ketenagakerjaan juga mengatur bahwa setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
"Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik," ujar Sumadi.
Ia mengatakan, pengusaha yang melanggar ketentuan tersebut, menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengenakan sanksi administratif kepada pengusaha. Pekerja juga dapat mengadukan hal tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan serta melanjutkan gugatan hukum ke pengadilan hubungan industrial.
Baca juga : Maskapai Larang Pramugari Berjilbab, Kemenaker: Bisa Diberikan Sanksi
"Kesimpulannya pelarangan pemakaian hijab atau jilbab terhadap pekerja perempuan, termasuk kepada pramugari atau pekerja maskapai penerbangan merupakan bentuk pembangkangan terhadap Konstitusi atau UUD 1945, sekaligus bentuk diskriminasi, pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum," jelas Sumadi.
Ia menambahkan, pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan maupun aparat terkait agar concern terhadap perlindungan dan penegakan hak pramugari atau pekerja perempuan di maskapai penerbangan untuk memakai hijab atau jilbab dalam bekerja. Aparat terkait juga perlu memberikan sanksi tegas terhadap pengusaha atau perusahaan yang melarang pramugari atau pekerja perempuan di maskapai penerbangan untuk memakai hijab atau jilbab.
View this post on Instagram