REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Di antara umat manusia ada yang bermaksiat saat sendiri dan hatinya memang menentang Allah SWT. Manusia lainnya bermaksiat saat sendiri karena dikalahkan syahwatnya. Padahal, seharusnya keimanannya mampu mencegah dirinya untuk bermaksiat.
Namun, dalam beberapa kondisi, syahwatnya telah menguasainya dan membutakannya. Syahwat itu menjadikan pemiliknya buta dan tuli. Akhirnya, dia pun terjerembap dalam lembah dosa.
ي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال " لأعلمن أقواماً من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة بيضاً، فيجعلها الله عز وجل هباء منثوراً". قال ثوبان: يا رسول الله صفهم لنا، جلهم لنا، أن لا نكون منهم ونحن لا نعلم. قال: "أما إنهم إخوانكم ومن جلدتكم، ويأخذون من الليل كما تأخذون، ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها"
Dalam hadits dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu di atas dikisahkan bahwa orang-orang itu menerjang apa yang diharamkan Allah SWT saat sedang bersepian.
“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar Gunung Tihamah yang putih. Kemudian, Allah menjadikannya debu beterbangan.
Tsauban bertanya, 'Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.' Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian, mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah).
Dosa-dosa tersembunyi dilakukan seakan Allah SWT tak bisa mengetahui apa yang disembunyi kan. Sudah sejak lama seorang Muslim diajarkan bahwa Allah SWT lebih dekat daripada urat leher seseorang.
Dalam Asmaul Husna, Allah SWT pun memiliki sifat Mahamengetahui atau al-Khabir. Allah SWT merupakan Zat Pencipta yang lebih tahu apa yang diciptakan.
Allah SWT juga mengetahui mana yang khianat dan apa yang tersem bunyi dalam dada. Lantas, mengapa manusia masih melakukan dosa 'tersembunyi'?
Fariq Gazim Anuz dalam buku Taubat dari Dosa yang Tersembunyi menguraikan beberapa hal agar kita tidak melakukan dosa ter sembunyi. Pertama, tobat dari dosa yang berulang.
Seorang pendosa setelah menyadari dan meng akui kesalahan dan dosanya kemudian bertekad untuk tidak mengulanginya sambil beristighfar, tobatnya akan diterima dengan seizin Allah SWT.
Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya
Allah yang Mahapengampun pun memberi motivasi kepada para pendosa agar tidak berputus asa dalam bertobat.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS az-Zumar [39]:53).
Kedua, menumbuhkan perasaan selalu diawasi Allah SWT. Adanya rasa bahwa Allah SWT dekat dan mengawasi makhluk-Nya akan membuat kita takut berbuat dosa.
Allah yang Mahamenyaksikan atas segala sesuatu bersama dengan kita di belahan dunia mana pun kita berada.
Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata dalam kitabnya Syarhu Kalimat al-Ikhlas, “Seorang lelaki pernah merayu seorang wanita di tengah gurun pasir pada malam hari. Namun, si wanita menolak. Lelaki itu berkata, 'Tak ada yang melihat kita kecuali bintang-bintang.' Kemudian, dijawab si perempuan. 'Lantas ke manakah pencipta bintang-bintang itu?'”
Ketiga, perasaan malu pun selayaknya ditumbuhkan untuk menghindari dosa. Sebagai bagian dari iman, malu akan membuat seorang hamba menjaga diri. Sebagaimana wasiat Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Masud radhiyallahu 'anhu:
عن عبد الله بن مسعود، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: استحيوا من الله حق الحياء قال: قلنا: يا رسول الله إنا نستحيي والحمد لله، قال: ليس ذاك، ولكن الاستحياء من الله حق الحياء أن تحفظ الرأس وما وعى، والبطن وما حوى، ولتذكر الموت والبلى، ومن أراد الآخرة ترك زينة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيا من الله حق الحياء
"Bersikap malulah kalian kepada Allah. Para Sahabat menyatakan, “Wahai Rasulullah, kami telah bersikap malu kepada Allah, alhamdulillah. Nabi bersabda, “Bukan demikian. Tapi, sesungguhnya sikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah adalah menjaga kepala dan apa yang ada padanya, menjaga perut dan yang dikandungnya, dan mengingat kematian dan akan datangnya kebinasaan, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat dan meninggalkan perhiasan dunia. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka dia telah bersikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah.” (HR at-Tirmidizi dan an-Nasa'i).