Selasa 10 Jan 2023 15:27 WIB

Seorang Dosen Dipecat Karena Tunjukkan Lukisan tentang Nabi Muhammad

Tindakan menunukkan lukisan Nabi Muhammad merupakan bentuk islamofobia.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Seorang Dosen Dipecat Karena Tunjukkan Lukisan tentang Nabi Muhammad. Foto: Islamofobia (ilustrasi)
Foto: Bosh Fawstin
Seorang Dosen Dipecat Karena Tunjukkan Lukisan tentang Nabi Muhammad. Foto: Islamofobia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAINT PAUL --  Seorang anggota fakultas di Universitas Hamline, St. Paul, Minnesota, Erika Lopez Prater, baru-baru ini diberhentikan dari jabatannya. Keputusan ini diambil menyusul tindakannya menunjukkan dua lukisan sejarah Islam tentang Nabi Muhammad dalam survei globalnya tentang sejarah seni.

Menanggapi keluhan dari beberapa mahasiswa Muslim, administrator universitas menyebut tindakan tersebut sebagai hal yang tidak sopan dan bernuansa Islamofobia.

Baca Juga

Meski banyak Muslim saat ini percaya tidak pantas untuk menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW, namun sentiman itu tidak selalu terjadi di masa lalu. Selain itu, perdebatan tentang hal ini dalam komunitas Muslim masih terus berlangsung.

Dalam dunia akademik, materi ini diajarkan dengan cara yang netral dan analitis untuk membantu siswa, termasuk mereka yang memeluk agama Islam, menilai dan memahami bukti sejarah.

Profesor Seni Islam di University of Michigan, Christiane Gruber, menyebut sebagai seorang ahli representasi Islam dari Nabi Muhammad, ia menganggap pelabelan baru-baru ini pada lukisan sebagai "ujaran kebencian" dan "penghujatan", tidak hanya tidak akurat tetapi juga menghasut. Kecaman semacam itu dapat menimbulkan ancaman bagi individu dan karya seni.

"Nabi Muhammad SAW telah diwakili dalam lukisan Islam sejak abad ke-13. Sejarawan seni Islam seperti rekan-rekan saya dan saya, baik Muslim maupun non-Muslim, mempelajari dan mengajarkan gambar-gambar ini secara teratur. Mereka merupakan bagian dari survei standar seni Islam, yang meliputi kaligrafi, ornamen dan arsitektur," ujar dia dikutip di The Conversation, Selasa (10/1/2023).

Gambar abad ke-14 dan ke-16, yang dipilih López Prater, menggambarkan momen ketika Muhammad menerima awal wahyu Alquran dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Dalam pemikiran Islam, pada saat itulah Muhammad menjadi seorang nabi yang ditunjuk oleh Tuhan.

Lukisan abad ke-14 adalah bagian dari manuskrip kerajaan, "Compendium of Chronicles", yang ditulis oleh Rashid al-Din. Ini adalah salah satu sejarah dunia yang diilustrasikan paling awal. Naskah tersebut mencakup banyak lukisan, termasuk siklus gambar yang menggambarkan beberapa momen penting dalam kehidupan Nabi Muhammad.

Salah satu yang dibahas di kelas López Prater muncul di bagian awal wahyu Alquran dan kerasulan Muhammad. Lukisan itu menggambarkan nabi dengan fitur wajah yang terlihat saat malaikat Jibril mendekatinya untuk menyampaikan firman Allah. Momen tersebut ditampilkan berlangsung di luar ruangan, dalam latar berbatu yang sesuai dengan deskripsi teks yang menyertainya.

Gambar kedua, dibuat di tanah Ottoman pada 1595-96, adalah bagian dari biografi Nabi enam jilid. Lebih dari 800 lukisan dalam manuskrip ini menggambarkan momen-momen besar dalam kehidupan Muhammad, dari kelahirannya hingga kematiannya.

Dalam lukisan itu, Muhammad terlihat mengangkat tangan dalam doa sambil berdiri di Gunung Cahaya, yang dikenal sebagai Jabal al-Nur, dekat Makkah. Fitur wajahnya tidak lagi terlihat, tersembunyi di balik cadar.

"Seniman Ottoman memilih untuk menggambarkan kesucian nabi melalui penggunaan kain putih, yang mana seluruh tubuhnya tersentuh oleh cahaya Tuhan melalui nimbus api besar yang mengelilingi tubuhnya. Jabal al-Nur ditampilkan, seperti namanya, sebagai ketinggian yang bersinar. Di atasnya dan di luar awan, barisan malaikat melayang-layang dalam pujian," lanjut dia.

Gruber menyebut kedua lukisan ini menunjukkan representasi Islam tentang Muhammad tidaklah statis dan tidak seragam. Sebaliknya, mereka berevolusi selama berabad-abad. Selama abad ke-14, para seniman menggambarkan fitur wajah nabi, sementara para seniman kemudian menutupi wajahnya dengan cadar.

Sejarawan seni Islam disebut kerap meminta murid-muridnya untuk membandingkan kedua lukisan ini sambil mendorong mereka untuk memperlambat, melihat dengan hati-hati, melatih mata mereka untuk mendeteksi elemen gambar, serta menyimpulkan makna yang ada. Mereka juga meminta siswa mempertimbangkan isi tekstual dan konteks sejarah yang menyertai lukisan tersebut.

Pertanyaan kunci yang diminta untuk dipikirkan oleh para siswa melalui penjajaran kedua lukisan Islam ini adalah: Mengapa cadar dan nimbus yang menyala berkembang sebagai dua motif kenabian utama dalam penggambaran Islam tentang Muhammad antara tahun 1400 dan 1600 M?

Gambar-gambar tersebut membantu seorang guru memandu percakapan kolektif, yang mengeksplorasi bagaimana Nabi dikonseptualisasikan dengan cara yang lebih metaforis. Kedua elemen ini seolah bertindak sebagai kecantikan terselubung dan sebagai cahaya yang bersinar, khususnya selama dua abad tersebut.

"Hal ini mendorong eksplorasi yang lebih besar terhadap keragaman ekspresi keagamaan Islam, termasuk yang lebih bersifat sufi, atau spiritual. Oleh karena itu, lukisan-lukisan ini menangkap mozaik dunia Muslim yang bertekstur kaya dari waktu ke waktu," ujarnya.

Gambar yang berdampingan dan memiliki sensitifitas secara historis ini dikenal sebagai analisis komparatif atau "comparandum". Ini adalah metode analitis kunci dalam sejarah seni, yang mana digunakan oleh López Prater di kelasnya.

"Sekarang, lebih dari sebelumnya, studi yang teliti terhadap lukisan-lukisan Islam semacam itu terbukti perlu dan memang vital, pada saat perdebatan tajam mengenai apa itu Islam atau bukan," kata Gruber.  

Sumber:

https://theconversation.com/islamic-paintings-of-the-prophet-muhammad-are-an-important-piece-of-history-heres-why-art-historians-teach-them-197277

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement