REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Ketakutan dan frustrasi atas maraknya Islamofobia di Jerman terus menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas Muslim yang tinggal di negara Eropa tersebut. November lalu, perusakan batu nisan Muslim di Jerman Utara memicu lebih banyak kekhawatiran di kalangan komunitas Limsil.
Di tengah apa yang oleh banyak pengamat dicirikan sebagai lonjakan wacana anti-Islam yang mengkhawatirkan, organisasi Muslim Jerman Deutsche Muslimische Gemeinschaft baru-baru ini menekankan kekhawatiran Muslim Jerman yang semakin meningkat tentang kebangkitan Islamofobia. Kelompok tersebut menggambarkan serangan November sebagai bentuk lain dari kefanatikan terhadap Muslim.
“Kami merasa sangat menyesal bagi keluarga para korban. Peruskaan kuburan, baik anak-anak maupun orang dewasa, adalah salah satu dari banyak bentuk kebencian yang menjijikkan terhadap Islam dan Muslim di negara kami,” kata presiden organisasi itu dilansir dari Marocco World News, Senin (12/12/2022).
Komunitas Muslim di Jerman juga mengutuk kelambanan pihak berwenang dan menganggap topeng dari tanggapan yang memadai setelah serangan itu. Data yang dikumpulkan oleh Universitas Leipzig dikutip oleh outlet berita Turki Daily Sabah menunjukkan 46,6 persen orang di Jerman pada tahun lalu telah meminta larangan imigran Muslim. Jumlah tersebut mewakili lonjakan 40,2 persen dibandingkan 2020.
“42,7 persen responden mengatakan merasa seperti orang asing di negara sendiri karena banyaknya umat Islam,” tambah data tersebut.
Situs berita Turki juga mengutip data dari otoritas Jerman, yang mengatakan mereka mencatat setidaknya 662 kejahatan rasial Islamofobia tahun lalu. Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser berbicara tentang komitmen negaranya mengambil langkah tegas untuk memerangi Islamofobia.
“Banyak orang menghadapi rasialisme setiap hari di Jerman. Muslim mengalami rasialisme ganda. Mereka sering menghadapi permusuhan dan penolakan sebagai penganut agama Islam, tetapi juga sebagai orang dengan latar belakang imigrasi,” kata Faeser.
Pada Maret 2021, Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan beragama Ahmed Shaheed mengakui tren Islamofobia yang mengkhawatirkan di beberapa negara Eropa, menekankan bahwa kebencian anti-Muslim telah mencapai proporsi yang mewabah.
“Islamofobia membangun konstruksi imajiner di sekitar Muslim yang digunakan untuk membenarkan diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan yang disponsori negara terhadap Muslim dengan konsekuensi nyata untuk menikmati hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama atau berkeyakinan,” katanya.