Selasa 29 Nov 2022 10:23 WIB

Perjalanan Diharamkannya Khamr dalam Islam dan Pendapat Para Ulama

Sejarah perjalanan diharamkannya khamr.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas melakukan pemusnahan barang bukti minuman keras ilegal hasil penindakan barang milik negara dengan menggunakan alat berat di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Kepulauan Riau, Rabu (5/10/2022). Bea Cukai Batam memusnahkan 46 ribu batang rokok serta minuman keras ilegal dengan nilai barang sebesar Rp9,9 miliar dengan potensi kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar.
Foto:

Kebanyakan kitab fiqih klasik membahas khamar dan nabidz ini dalam cakupan perasan anggur, kismis dan kurma. Kedua jenis dahulu ditengarai minuman ini memiliki potensi memabukkan. Dicatat oleh KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Kriteria Halal Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika menurut Al Quran dan Hadits, setidaknya ada dua spektrum pendapat soal khamar dan nabidz ini. 

 

 

 

 

 

Pendapat jumhur ulama, dari kalangan Malikiyah, Syafiiyah, serta pengikut mazhab Ahmad bin Hanbal cukup tegas bahwa minuman yang berpotensi memabukkan, sedikit atau banyak, ia tetap diharamkan. Berapapun kadarnya, serta apakah meminumnya sampai mabuk atau tidak.

 

 

 

 

 

Namun berbeda pendapat ulama yang berada di kawasan Irak. Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, serta Imam Ahmad dikenal sebagai ulama yang banyak beraktivitas di Hijaz. Rupanya, pendapat soal khamar dan nabidz ini berbeda di kalangan ulama Irak, dengan tokohnya antara lain tabi’in Ibrahim an-Nakhai dan Sufyan Ats-Tsauri, serta Imam Abu Hanifah. 

 

 

 

 

 

Ulama Irak, mencakup juga dari daerah Kufah dan Basrah, berpendapat bahwa keharaman khamar itu pada jumlah kadar yang diminum, bukan dari substansi zat minumannya. Dalam kalangan Hanafiyah – sebagaimana keterangan Imam al Hashkafi dalam Ad Durr al Mukhtar – minuman yang memabukkan setidaknya adalah empat jenis.

 

 

 

 

 

Pertama, khamar sebagai minuman yang terbuat dari anggur, panas saat diminum dan berbuih. Kedua, thila’ yakni, air anggur yang dimasak hingga sangat pekat. Ketiga lalu sakar, air kurma yang berbuih dan berbau cukup menusuk. Dan keempat, air rendaman kismis Arab.

 

 

 

 

 

Ketiga jenis minuman yang disebut terakhir tidak dinyatakan secara eksplisit keharamannya, karena dikenal dengan istilah nabidz. Imam Al Hashkafi juga menyebutkan bahwa nabidz yang diolah dari selain anggur, kurma, maupun kismis itu halal. 

 

 

 

 

 

Banyaknya jenis minuman olahan nabidz dari anggur maupun buah lainnya ini menjadikan definisi soal khamar menjadi sangat spesifik (mubayyan). Khamar dan nabidz, keduanya diketahui berpotensi memabukkan. Mereka mendasarkan argumennya soal halalnya nabidz – minuman olahan yang didiamkan atau difermentasikan.

 

 

 

 

 

Yakni dari Surah An-Nahl ayat 67, yang artinya:

 

 

“Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat darinya yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya dalam hal demikian sungguh terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal.” (QS An-Nahl ayat 67) 

 

 

 

 

 

Imam Al Jashshash dari kalangan Hanafiyah dalam kitab tafsirnya Ahkamul Qur’an menjelaskan kata \'sakar\', memiliki cakupan makna khamar dan nabidz yang sama-sama berpotensi memabukkan. Namun di ayat Al Quran lainnya (yaitu QS Al Maidah ayat 90) dijelaskan bahwa khamar telah diharamkan dan tidak ada keterangan eksplisit soal haramnya nabidz. 

 

 

 

 

 

Tiadanya pernyataan seputar keharaman nabidz yang sharih dan jelas dalam Al Quran maupun hadits menunjukkan hukumnya mubah. Disamping pengertian khamar tidak cukup mencakup makna nabidz karena keduanya berbeda. Selain itu, khamar lebih nyata efek memabukkannya segera setelah diminum dibanding nabidz yang memperjelas aspek illat penyebab keharamannya.

 

 

 

 

 

Imam Ibnu Abidin, salah satu ulama Hanafiyah, dalam karyanya Hasyiyah Ibnu Abidin mengutip keterangan Imam Abu Hanifah. Bahwa segala olahan nabidz boleh diminum selama tidak digunakan untuk maksiat, serta digunakan sekadar istimrarut tha’am – melancarkan makanan. 

 

 

 

 

 

Namun jika meminumnya sampai mabuk, maka tegukan terakhir itulah yang haram, dan peminumnya menjadi ghairu ‘aqil (tidak berakal) – yang implikasinya banyak sekali dalam urusan fiqih. Seseorang yang tahu persis bahwa tiga gelas anggur akan membuatnya mabuk, maka dua gelas anggur yang pertama itu halal, lalu gelas ketiganya itu haram baginya. Demikian catatan Imam Ibnu Abidin. Wallahu a’lam. 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement