REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para Ulama sepakat Islam ketika secara syariat mulai dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW, tidak serta merta mengharamkan minuman keras atau khamr. Ada tahapan dan proses dengan berbagai pendekatan yang dijalankan Rasulullah atas arahan Allah SWT kepada masyarakat yang saat itu mulai menerima Islam dari budaya lama Jahiliyah.
Merujuk pada Journal of Islamic Family Law, Hamidullah Mahmud, yang ditulis Siti Mahmudah dalam Oase, ada 4 tahap yang dilewati Khamr sampai dihukumi haram. Tahap tersebut diambil dari Asbabun an-Nuzul ayat-ayat yang berkaitan dengan khamar.
Adapun 4 tahap tersebut yakni sebagai berikut:
Pertama dalam Surah An-Nahl ayat 67. Turun sebelum diharamkannya khamar dan mulai menganjurkan menghindari khamar karena terdapat tanda memabukkan.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
"Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti."
Ayat ini turun sebelum diharamkannya khamar dan menjadi awal mula diharamkannya. Sebagian ulama juga berpendapat, bahwa bagi yang membaca ayat ini dengan kedalaman instingnya akan datang ketetapan atau hukum dari Allah SWT terkait memabukkan.
Seperti Umar bin Khatab, yang terkenal dengan kepekaannya yang tinggi, pada masa hidup zaman pra-Islam ia sensitif akan keburukan-keburukan akibat mengkonsumsi alkohol.
Kedua, dalam Surah Al-Baqarah ayat 219. Turun ketika Umar bin Khatab dan beberapa sahabat lainnya mendatangi Rasulullah SAW dan meminta fatwa tentang minuman keras dan judi.
Beliau menjawab,"keduanya dapat menghilangkan akal dan menghabiskan harta."
Pertanyaan tersebut muncul karena pada waktu itu penduduk Madinah sering meminum minuman yang memabukkan seperti khamar.
Seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 219, yang artinya:
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan."
Ketiga, dalam Surah An-Nisa ayat 43. Terkait pembatasan konsumsi minuman keras.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan."
Ayat di atas merupakan tahapan sebelum dihukumi haram pada khamar. Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa ayat tersebut turun karena dilatarbelakangi suatu kejadian, di mana ada seorang laki-laki yang meminum khamar kemudian maju untuk mengimami salat, sehingga menyebabkan ia mabuk dan bacaan yang dibacanya pun menjadi keliru dan kurang tartil.
Keempat, dalam Surah Al-Ma’idah ayat 90-91. Akhir dari pengharaman khamar.
Allah SWT berfirman, yang artinya :
"Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti? Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Imam al-Qurtubi menjelaskan, bahwa Allah SWT tidak pernah mengharamkan sesuatu yang sangat dahsyat kecuali khamar (minuman keras).
Begitupun, Abu Maisarah berkata, ayat ini turun sebab Umar bin Khatab. Sesungguhnya ia menyampaikan kepada Rasulullah tentang kelemahan-kelemahan minuman keras dan pengaruhnya terhadap manusia, maka ia pun berdo’a kepada Allah SWT, agar khamar diharamkan seraya berkata,“Ya Allah jelaskan kepada kami mengenai hukum khamar dengan penjelasan yang memuaskan." Kemudian turunlah ayat-ayat tersebut dan Umar berkata, “kami menyudahinya, kami menyudahinya."
Kemudian memang terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama terkait kadarnya. Dalam tulisan Muhammad Iqbal Syauqi, seorang lulusan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, ia menjelaskan selain istilah khamar, para ahli fiqih juga mengkaji minuman bernama nabidz. Nabidz secara bahasa diartikan “zat yang didiamkan” – atau mungkin bahasa sekarang, difermentasikan – sehingga dihasilkan minuman olahan yang berubah cita rasanya.