REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Saifudin
Abdullah bin Umar menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim itu saling bersaudara, tidak boleh saling menzalimi. Dan barangsiapa yang membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya pula. Dan barangsiapa yang menolong seorang Muslim dari kesulitan, maka Allah akan menolongnya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (aib)-nya pada hari kiamat kelak." (HR Bukhari).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa antara seorang Muslim dan Muslim yang lain harus saling menjaga diri agar tidak saling melakukan kezaliman sesamanya. Tidak sewajarnya untuk saling berbuat aniaya disebabkan antara sesama Muslim ada ikatan yang erat, yaitu ikatan iman.
Ikatan ideologis dalam Islam menempati prioritas utama dari ikatan atas dasar yang lain, bahkan dalam kasus-kasus tertentu terkadang mengalahkan hubungan secara biologis (misalnya hilangnya hak waris bagi anggota keluarga yang berbeda keyakinan).
Atas landasan ikatan ideologis itu, Rasulullah SAW menganjurkan sesama Muslim untuk bahu-membahu meringankan beban dan penderitaan saudaranya. Dan, bila mendapati sesuatu aib pada saudaranya, hendaklah saling menutupi. Sikap ini, menurut al-Asqalani, tidak berarti membiarkan Muslim yang lain terjebak di dalam aib dan kesalahan. Menutupi aib itu adalah tidak menyiarkan ke khalayak umum dengan maksud saudaranya itu mendapat dampak buruk.
Bahkan, dalam hadis yang lain, seorang Muslim hendaknya menolong saudaranya sesama Muslim, sekalipun ia berbuat zalim. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tolonglah saudaramu baik ketika berbuat zalim atau ketika terzalimi. Para sahabat bertanya, 'bagaimana kami menolongnya sedangkan ia berbuat zalim?' Rasulullah menjawab, 'cegahlah ia'." (HR Buhkari).
Menolong Muslim yang terzalimi adalah dengan cara membantunya untuk dapat terbebas dari segala bentuk kezaliman. Sikap ini merupakan sikap yang sudah seharusnya dilakukan oleh setiap Muslim.
Namun, menolong Muslim pelaku kezaliman adalah hal yang jarang dilakukan. Menurut hadis di atas, menolong sesama Muslim tidak terbatas pada kondisi terzalimi, akan tetapi pada saat Muslim berbuat zalim sekalipun, berhak mendapat pertolongan. Hanya saja, cara memberikan pertolongan terhadap pelaku kezaliman adalah dengan cara mencegahnya dari perbuatan zalim. Al-Asqalani menjelaskan bahwa menolong Muslim pelaku kezaliman adalah mencegahnya agar perbuatannya tersebut urung dilakukan, dengan cara yang bijak melalui potensi yang dimilikinya. Bahkan, mengabaikan dan sikap acuh pun bisa dikatakan menolong, jika sikap yang demikian menjadikan pelaku kezaliman itu sadar dan mau memperbaiki diri.
Tolong-menolong yang dipraktikkan dalam Islam adalah berlandaskan pada rasa kasih-sayang. Sayang dan kasihan bila saudaranya terjerat dalam urusan yang sulit. Sayang dan kasihan bila saudaranya terjerumus ke dalam kezaliman. Sebab, antara urusan yang sulit dan kezaliman, keduanya sama-sama hal yang buruk yang harus dihindari dalam Islam.