REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD — Taliban mencambuk tiga wanita dan sembilan pria di depan ratusan penonton di stadion olahraga provinsi pada Rabu (23/11/2022).
Cambukan ini menandakan dimulainya kembali hukuman Taliban yang merupakan ciri khas pemerintahan mereka pada era 1990-an.
Kantor Gubernur Provinsi Logar, di selatan ibu kota Kabul, mengundang cendekiawan, tetua, pemimpin suku, dan tokoh masyarakat setempat ke stadion di Kota Pul Alam di Logar. Undangan untuk acara pukul 9 pagi disebarkan melalui media sosial.
“Mereka yang dihukum masing-masing menerima antara 21 dan 39 cambukan, setelah dinyatakan bersalah di pengadilan setempat atas pencurian dan perzinahan,” kata seorang pejabat di Kantor Gubernur yang berbicara tanpa menyebut nama karena dia tidak diizinkan untuk berbagi rincian dengan media.
Dilansir dari Arab News, Rabu (23/11/2022), Pejabat itu mengatakan ratusan orang menghadiri cambukan. Namun Taliban juga memberlakukan melarangan bagi mereka yang hadir untuk mengambil foto dan video.
Pencambukan publik seperti itu, serta eksekusi publik dan rajam untuk kejahatan yang diklaim, adalah hal biasa selama periode pertama pemerintahan Taliban, dari 1996 hingga 2001 ketika para militan diusir dalam invasi pimpinan Amerika Serikat.
Setelah pemberontakan selama 20 tahun, Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, bertepatan dengan penarikan pasukan Amerika Serikat dan asing lainnya dari negara itu.
Segera setelah pengambilalihan kedua mereka atas negara itu, Taliban berjanji untuk menjadi lebih moderat dan mengizinkan hak-hak perempuan dan minoritas. Namun faktanya, mereka tetap membatasi hak dan kebebasan perempuan, termasuk larangan pendidikan anak perempuan di atas kelas enam.
Pencambukan publik pertama yang dikonfirmasi sejak pengambilalihan Taliban tahun lalu terjadi pada 11 November, ketika 19 pria dan wanita menerima 39 cambukan masing-masing karena dugaan pencurian, perzinahan dan melarikan diri dari rumah.
Dimulainya kembali praktik tersebut menggarisbawahi niat Taliban untuk tetap berpegang pada interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.
Mantan pemberontak telah berjuang dalam transisi mereka dari peperangan ke pemerintahan di tengah kemerosotan ekonomi dan masyarakat internasional menahan pengakuan resmi.
n. Mabruroh
Sumber: arabnews