Kamis 17 Nov 2022 19:52 WIB

Regulasi Filantropi di Indonesia Dinilai Masih Lemah

Filantropi wajib memperhatikan akuntabilitas dan responsibilitas.

Kedai Kopi dan Perhimpunan Filantropi Indonesia menyelenggarakan diskusi:  diskusi ‘Mendorong Akuntabilitas dan Transparansi Filantropi, di Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Foto: istimewa/doc humas
Kedai Kopi dan Perhimpunan Filantropi Indonesia menyelenggarakan diskusi: diskusi ‘Mendorong Akuntabilitas dan Transparansi Filantropi, di Jakarta, Kamis (17/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Direktur Perencanaan ZIS-DSKL Nasional, BAZNAS RI, Dr. Ahmad Hambali, mengatakan regulasi di indonesia terkait filantropi sangat lemah. Perlu adanya regulasi untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran.

“Di dalamnya tidak ada aturan-aturan yang mengawal dan mengawasi aktivitas filantropi. Maka kami kira harus ada regulasi,” kata Hanafi, dalam diskusi ‘Mendorong Akuntabilitas dan Transparansi Filantropi, Kamis (17/11/2022). Kosongnya regulasi, lanjutnya, menyebabkan potensi pelanggaran yang muncul tidak akan tersentuh oleh hukum.

Sebagai lembaga yang membutuhkan kepercayaan publik, maka lembaga filantropi wajib memperhatikan akuntabilitas dan responsibilitas. “Meski kita memiliki kearifan lokal secara turun temurun, kita tetap membutuhkan pengawasan dan penguatan. Apabila tidak dilakukan maka potensi pelanggaran dapat terjadi,” ungkapnya.

Wakil Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI),  Timotheus Lesmana W, mengatakan baru pada 2019 PFI membuat secara tertulis Kode Etik Filantropi Indonesia (KEFI). "Baru di tahun 2021, kita launching yang namanya Kode Etik Filantropi Indonesia (KEFI),” kata dia.

Dengan adanya etika filantropi ini, kata dia,  akan lebih banyak orang yang mau berfilantropi.  Dengan adanya aturan yang jelas mereka merasa yakin memberikan  donasi untuk aktivitas filantropi.

Dilanjutkannya, majelis kode etik, itu adalah tindak lanjut dari Kode Etik Filantropi. “Namun kita belum bisa meluncurkannya sekarang, karena masih rapat penyusunan. Semoga sebelum 2023 kita bisa mulai bekerja untuk lebih mendetailkan bagaimana cara kerja dari majelis kode etik ini,” papar Timotheus.

Ketua Gugus Tugas KEFI & Presiden Human Initiative, Tomy Hendrajati, mengatakan PFI mendorong KEFI bisa bermanfaat bukan hanya untuk meningkatkan sumbangan dan organisasi, tapi juga masyarakat yang menerima sumbangan.

"Mungkin dulu ada perilaku pemberian bantuan yang tanpa mempertimbangkan kondisi penerima sumbangan,” kata Tomy.

Kerap kali penerima sumbangan digambarkan kesedihannya, dengan tujuan memudahkan dalam menarik perhatian agar orang berdonasi. "Pada kode etik ini kami tidak menyarankan hal seperti itu,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement