REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Zainab yang masih berusia 13 tahun seharusnya sedang berbelanja seragam sekolah baru pada musim gugur ini, tetapi karena tidak ada prospek sekolah perempuan dibuka kembali di Afghanistan, dia malah terpaksa memilih gaun pengantin.
Sejak Taliban merebut kekuasaan di Kabul dan melarang gadis-gadis remaja mengenyam pendidikan, banyak dari mereka yang justru terjebak dalam penikahan dini. Seringkali pria yang menikahi mereka justru berusia sama seperti ayah atau bahkan kakek mereka.
“Saya banyak menangis dan terus memberi tahu ayah saya bahwa Taliban akan membuka kembali sekolah perempuan,” kata Zainab. "Tapi dia bilang itu tidak akan terjadi, dan lebih baik aku menikah daripada duduk diam di rumah,” ungkap Zaenab dilansir dari Gulf Today, Ahad (13/11/2022).
Tanggal pernikahannya ditentukan dalam beberapa jam setelah calon pengantin pria tiba dengan menawarkan beberapa domba, kambing, dan empat karung beras sebagai mahar, sebuah kebiasaan berabad-abad bagi banyak orang di pedesaan Afghanistan.
Zainab lalu pindah dan tinggal bersama mertua dan suaminya yang terpaut 17 tahun lebih tua darinya. "Tidak ada yang meminta pendapat saya," katanya.
Afghanistan adalah satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan dilarang pergi ke sekolah menengah.
Bersamaan dengan krisis ekonomi dan nilai-nilai patriarkal yang mengakar, banyak orang tua telah mempercepat pernikahan putri mereka, yang sebagian besar terkurung di rumah sejak Taliban menghentikan pendidikan bagi anak perempuan.
"Di rumah orang tua saya, saya biasa bangun terlambat, di sini, semua orang memarahi saya," kata Zainab kepada AFP dari basis kekuatan Taliban di Kandahar.
"Mereka berkata, 'Kami telah menghabiskan begitu banyak uang untukmu dan kamu tidak tahu bagaimana melakukan apapun'." ungkapnya menirukan keluarga suaminya.
“Orang tua semakin merasa tidak ada masa depan bagi anak perempuan di Afghanistan,” kata kepala asosiasi guru Mohammad Mashal di kota barat Herat.
"Mereka merasa lebih baik perempuan menikah dan memulai hidup baru," katanya.
Ketika Taliban mengambil kembali kendali negara itu pada Agustus tahun lalu, ada harapan singkat bahwa mereka akan memberikan lebih banyak kebebasan bagi perempuan dibandingkan dengan kekuasaan mereka pada 1990-an.
Namun rencana pembukaan kembali sekolah perempuan pada Maret oleh kementerian pendidikan dibatalkan pemimpin tertinggi Hibatullah Akhundzada.
Baca juga: Mualaf David Iwanto, Masuk Islam Berkat Ceramah-Ceramah Zakir Naik tentang Agama
Para pejabat mengklaim larangan itu bersifat sementara tetapi telah mengeluarkan banyak alasan untuk penutupan tersebut. Bagi banyak gadis, sudah terlambat.
Sebuah tim wartawan AFP mewawancarai beberapa gadis yang telah menikah atau bertunangan dalam beberapa bulan terakhir. Nama asli mereka dirahasiakan demi keselamatan mereka.
“Saya tidak pernah berpikir saya harus berhenti belajar dan malah menjadi ibu rumah tangga,” kata Maryam (16). "Orang tua saya selalu mendukung saya, tapi dalam situasi ini, bahkan ibu saya tidak bisa menentang pernikahan saya."