REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pada awal kepemimpinan, Presiden Donald Trump menyentakkan umat Islam khususnya di Amerika Serikat (AS) dengan gertakan bahwa umat Islam akan dikembalikan ke negeri asalnya.
Kebalikannya, Presiden Jefferson pada masanya memberikan angin segar terhadap minoritas Muslimin di Amerika Serikat.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Presiden Barack Obama yang memberikan perhatian khusus kepada komunitas Islam di sana. Bahkan, ada yang sampai menuduhnya sebagai seorang Muslim.
Pemerintahan Trump mulanya menciptakan keresahan di tengah komunitas Muslim Negeri Paman Sam. Islam di matanya amat negatif. Katanya, "Islam is incompatible with democracy and Western civilization."
Seperti yang sering terlontar dalam berbagai pernyataannya, kebijakan semula Trump memojokkan Islam. Kelompok minoritas Muslim Amerika Serikat dibuatnya sedih sekaligus cemas.
Tidak heran jika pada periode awal pemerintahannya banyak imigran Muslim meninggalkan Amerika Serikat untuk kembali ke negeri asalnya. Ada pula yang mencari negara lain yang dianggap lebih nyaman.
Seiring waktu, Trump rupanya memiliki kesadaran baru. Bahwa Islam tidak sepenuhnya seperti apa-apa yang selama ini dipersepsikannya. Ia mulai secara proporsional memberikan apresiasi terhadap komunitas Islam di Amerika Serikat.
Bahkan, dalam Ramadhan lalu, ia mengundang sejumlah tokoh Muslim untuk buka puasa bersama. Istilahnya, "Ramadan Celebrations."
Dari acara itu, Trump memahami keluhuran komunitas Muslim. Sejak itu, kebijakannya terhadap dunia Islam, khususnya para penganut agama ini di Amerika Serikat, berubah.
Ia semakin ramah dengan minoritas tersebut. Bahkan, di antara para pembantunya adalah orang-orang yang beragama Islam.
Tidak heran jika para diplomat Amerika di mana pun bertugas selalu memerhatikan kekhususan praktik keagamaan yang biasa dilakukan umat beragama setempat.
Mungkin itulah sebabnya, Amerika Serikat selalu mengedepankan pengakuan dan penghargaan hak asasi manusia sehingga, tidak ada satu negara manapun yang membenci secara total kebijakan Amerika Serikat. Di mana ada kelemahan, di situ juga ada kelebihan.
*Dikutip dari artikel Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar "Catatan Perjalanan Imam Besar Masjid Istiqlal di AS" yang terbit di Harian Republika Juni 2022