REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Presiden Amerika Serikat Thomas Jefferson yang menjabat 1801–1809, sejak awal tidak pernah apriori terhadap Islam maupun komunitas Muslim di Amerika Serikat.
Bahkan, sejumlah kebijakannya terins pirasi bacaannya atas mushaf Alquran yang dimilikinya semenjak masih ma hasiswa.
Beberapa bulan setelah me ngonsep "The Declaration of Indepen dence", ia kembali ke Virginia. Kemu dian, ia mengonsep kebijakan tentang hubungan antarumat beragama.
Bapak bangsa Amerika itu terinspirasi John Locke, seorang pemikir Eropa yang juga pernah dekat dengan para cendekiawan Muslim pada masanya.
Salah satu karyanya adalah "A Letter Concerning Toleration", yang kemudian mengilhami Jefferson dalam meru muskan regulasi tentang agama di Amerika Serikat.
Ia menulis: "Bukan karena seseorang penyembah berhala, Muslim, atau Yahudi, lantas akan dihilangkan darinya hak-hak sipil dan kesejahteraannya."
Pernyataan tersebut saat itu sangat menyentuh perasaan orangorang Islam di Amerika Serikat. Mereka merasa mendapatkan peng akuan luar biasa dari seorang pendiri Amerika Serikat.
Jefferson memberikan pengakuan akan hak asasi manusia, tanpa membedakan etnik dan agama. Itu tecermin pada rumusan kebijakannya. Ia membuat sebagian orang-orang Amerika Serikat menilai, sang presiden itu memiliki hubungan khusus dengan Islam.
Pernyataan Jefferson saat itu sangat menyentuh perasaan orang-orang Islam di Amerika Serikat. Bisa dibayangkan di negeri asalnya ia menderita dan menjadi budak tiba-tiba mendapatkan pengakuan luar biasa dari seorang pendiri Amerika Serikat.
Negarawan Amerika Serikat itu sangat akrab dengan sejumlah duta besar dari negara-negara Muslim. Ia juga meng hargai tata krama dan ketentuan-ketentuan standar seorang pemeluk Islam. Sebut saja, keharaman memakan daging babi atau mengonsumsi minuman beralkohol.
Pernah di suatu malam Ramadhan, sebuah acara makan malam diundur menjadi agak malam. Sebab, Jefferson tidak ingin sahabat-sahabat Muslim yang diundangnya menonton saat orang lain makan.
Mereka masih belum bisa makan karena waktu magrib belum tiba. Dinner itu pun ditunda mulainya hingga sampai waktunya berbuka puasa.
Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab
Dinner diundur sampai setelah tanda Maghrib atau waktu buka puasa sudah tiba. Hal yang sama juga banyak dilakukan Obama. Keduanya memperlakukan minoritas Islam sebagai manusia yang memiliki hak-hak khusus.
Tidak heran jika para diplomat Amerika di mana pun bertugas selalu memerhatikan kekhususan praktik keagamaan yang biasa dilakukan umat beragama setempat.
Mungkin itulah sebabnya, Amerika Serikat selalu mengedepankan pengakuan dan penghargaan hak asasi manusia sehingga, tidak ada satu negara manapun yang membenci secara total kebijakan Amerika Serikat. Di mana ada kelemahan, di situ juga ada kelebihan.
*Dikutip dari artikel Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar "Catatan Perjalanan Imam Besar Masjid Istiqlal di AS" yang terbit di Harian Republika Juni 2022