REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Israel sepanjang tahun 2022 telah menahan 5.300 warga Palestina. Hal ini disampaikan oleh kelompok advokasi tahanan, Senin (17/10/2022).
“Di antara kasus yang didokumentasikan adalah 620 anak-anak, 111 wanita dan 1.610 warga Palestina ditahan dalam penahanan administratif,” menurut Klub Tahanan Palestina (PPC) dilansir dari Al Araby, Kamis (19/10/2022).
“Ada 2.353 warga Palestina yang ditahan di Yerusalem, lebih banyak dari tempat lain,” tambah PPC di situsnya.
Kelompok itu mengatakan, Israel juga kerap melakukan penahanan administratif terhadap warga Palestina. Tercatat, selama Agustus, Israel melakukan penahanan dalam jumlah tertinggi yakni 272 perintah penahanan.
Penahanan Administratif ini merupakan penahanan yang dibuat-buat oleh Isarel, karena mereka ditahan tanpa diadili di persidangan. Bahkan mereka maupun pengacaranya, dilarang untuk melihat bukti yang memberatkan mereka.
Perintah penahanan administratif biasanya berlaku untuk jangka waktu tiga hingga enam bulan, yang dapat diperbarui. Praktik tersebut telah dikritik oleh organisasi hak asasi manusia, yang menganggap praktik tersebut sebagai pelanggaran proses hukum.
“Dengan melanggar pembatasan yang diberlakukan oleh hukum internasional, Israel menggunakan penahanan administratif secara rutin dan ekstensif,” kata kelompok hak asasi Israel B'Tselem pada April.
Amnesty International mengatakan, penahanan administratif mungkin sah dalam keadaan tertentu, dalam laporan Februari yang menemukan Israel terlibat dalam sistem apartheid terhadap warga Palestina.
Namun, pengawas hak menambahkan penggunaan sistematis Israel terhadap warga Palestina menunjukkan bahwa itu digunakan untuk menganiaya warga Palestina, bukan sebagai tindakan keamanan yang luar biasa dan selektif.