REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Forum Agama G20 atau lazim disebut Religion of Twenty (R20) akan melibatkan banyak tokoh agama dunia, termasuk pemimpin agama yang dianggap problematis. Hingga saat ini, memang ada begitu banyak persoalan agama di berbagai wilayah dunia mulai dari Afrika, Eropa, Amerika, hingga Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), yang juga penggagas sekaligus Ketua Bersama R20, mengakui bahwa pelibatan aktor-aktor yang dianggap problematis dalam forum R20 merupakan langkah yang berpotensi dinilai kontroversial.
“Nah, ini dari perspektif tertentu akan dianggap kontroversial, dan kemudian [perwakilan] dari India [dianggap] problematis, dalam kaitannya dengan masalah-masalah agama,” katanya dalam diskusi dengan Tim Komunikasi & Media G20 Kemenkominfo, Jumat (30/9/2022).
Namun dalam perspektif yang lain, Gus Yahya menganggap justru hal tersebut merupakan upaya paling konkret untuk menyelesaikan problem agama di wilayah masing-masing. Sebab, menurutnya, harus ada komunikasi dengan pihak-pihak yang dianggap terlibat dalam masalah.
“Di sisi lain, dalam perspektif kami, hal ini justru semacam engagement. Melibatkan diri dengan aktor-aktor yang mungkin dianggap sebagai aktor yang problematis ini adalah satu cara yang paling konkret untuk melakukan upaya penyelesaian masalah,” katanya.
Oleh karena itu, forum R20 didesain sedemikian rupa agar pemimpin komunitas-komunitas agama berdiskusi secara terbuka, jujur, terus terang, dan langsung mengarah kepada masalah pokok tanpa adanya pengingkaran. Ini perlu dilakukan secara konstruktif demi menemukan jalan keluar dari segala masalah yang dibicarakan.
Diskusi pertama akan membahas tentang hakikat masalah yang melibatkan agama-agama atau komunitas-komunitas agama yang berbeda di dunia saat ini. Sebab kenyataannya memang ada dinamika yang sangat memprihatinkan terkait hubungan agama-agama di berbagai belahan dunia.
“Maka, kita nanti akan arahkan, mendorong di dalam forum itu agar para pemimpin agama berbicara akar masalah tersebut,” kata ulama kelahiran Rembang, Jawa Tengah 56 tahun yang lalu itu.
Selanjutnya, para pemimpin komunitas agama ini juga mendiskusikan langkah yang perlu diambil secara bersama-sama dan di komunitas agama masing-masing untuk menangani akar masalah itu. “Kalau ini sudah ada jalan dan ada titik terang, para pemimpin agama akan berada dalam posisi untuk menawarkan kontribusi agama bagi peradaban,” ujarnya.
Selama ini, Gus Yahya melihat dialog di antara para tokoh agama terlalu formal sehingga kurang terbuka. Di forum-forum agama sebelumnya, ia melihat kurang ada keberanian secara jujur mengakui dan membicarakan masalah yang ada. Apalagi, masalah agama juga bersumber dari pengalaman sejarah.
Membuka Ganjalan, Membicarakan Trauma
Dari latar belakang itu, R20 akan membuka satu forum untuk berbicara tentang apa saja yang selama ini menjadi ganjalan di antara kelompok-kelompok agama, trauma apa yang disimpan, hingga berbicara tentang kepentingan bersama untuk masa depan di dalam kerangka koeksistensi damai. Di situ, para pemimpin komunitas agama akan saling berbagi mengenai nilai-nilai luhur dalam agama masing-masing.
“Nah, nilai-nilai itu yang perlu kita bangun bersama supaya kita mampu membangun koeksistensi damai di antara kita. Kita membicarakan soal apa saja nilai yang bisa kita tawarkan untuk masalah-masalah dunia,” katanya.
Itulah yang akan didorong dalam forum R20, di samping, tentu saja, menawarkan nilai-nilai yang dimiliki Indonesia. Gus Yahya menyebut ada presentasi dari Menteri Agama mengenai Pancasila dalam memelihara harmoni dan uraian dari Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) tentang ekonomi Indonesia yang diwarnai nilai-nilai agama sehingga tidak hanya berdasarkan perebutan sumber daya saja.
Gus Yahya juga menyampaikan bahwa para pemimpin agama itu akan diajak ke Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk melihat secara langsung praktik dari masyarakat Indonesia mengenai cara hidup berdampingan secara damai. Kegiatan ini akan berlangsung pada tanggal 4-6 November 2022.
“Kami akan ajak para peserta ke Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk melengkapi diskusi dengan melihat secara langsung praktik pergaulan antarkomunitas beragama di Indonesia ini. Kita harapkan bisa menjadi inspirasi bagi komunitas-komunitas agama yang lain,” pungkasnya.