Kamis 22 Sep 2022 00:21 WIB

Masjid Sebagai Denyut Kehidupan Bagi Muslim Pendatang di Kota Pelabuhan Jepang

Sebagian besar jamaah masjid berasal dari Indonesia dan Bangladesh.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Masjid. Masjid Sebagai Denyut Kehidupan Bagi Muslim Pendatang di Kota Pelabuhan Jepang
Foto: Republika
Ilustrasi Masjid. Masjid Sebagai Denyut Kehidupan Bagi Muslim Pendatang di Kota Pelabuhan Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, ISHINOMAKI -- Sebuah masjid di pelabuhan perikanan di sudut timur laut Jepang ini mungkin tampak aneh bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi banyak Muslim dari Indonesia, Bangladesh, dan negara lain. Masjid tersebut merupakan denyut kehidupan bagi Muslim yang bekerja sebagai peserta pelatihan teknis di industri makanan laut dan konstruksi lokal.

 

Baca Juga

Masjid yang selesai dibangun pada Juli lalu itu merupakan landasan penting dari kehidupan sehari-hari mereka. Assalamualaikum terdengar ketika orang-orang muda dengan pakaian etnis memasuki masjid dengan kubah putih itu. Sedangkan bagi Muslimah berkerudung, mereka akan menggelar sajadah untuk sholat di luar gedung.

 

Lebih dari 100 orang hadir di Masjid Ishinomaki di Prefektur Miyagi untuk merayakan Hari Raya Qurban, salah satu peristiwa terpenting bagi umat Islam, musim panas ini. Banyak jamaah datang ke Jepang dari Indonesia dan tempat lain untuk bekerja di pabrik pengolahan makanan laut, operator kapal penangkap ikan, dan industri konstruksi.

Staf magang teknis menjadi semakin diperlukan untuk kota pelabuhan yang menghadap Samudera Pasifik ini. Ishinomaki mengalami krisis tenaga kerja sejak bencana gempa bumi dan tsunami 2011 yang merenggut sekitar 20 ribu jiwa.

 

Seorang warga Bangladesh berusia 51 tahun yang menjalankan sebuah perusahaan konstruksi kecil membangun masjid. Pekerja magang dan lainnya muncul di lokasi pembangunan dengan sepeda pada hari libur untuk membantu mengecat dan menyiangi rumput.

Seorang warga Indonesia berusia 27 tahun menjelaskan masjid itu penting baginya. “Dulu saya tidak punya pilihan selain pergi ke masjid di Sendai dengan kereta api untuk sholat Jumat,” katanya, dilansir dari Asahi Shimbun, Rabu (21/9/2022).

Sebagai awak kapal pukat selama tujuh tahun, orang Indonesia itu mengaku pekerjaannya berat. Saat ia merindukan kampung halamannya, masjid seperti rumah yang jauh baginya dan melihat rekan-rekannya dari tempat kerja lain.

Warga Bangladesh yang membangun masjid mengatakan dia prihatin dengan prasangka publik terhadap Islam di Jepang ketika dia memulai proyek pembangunan masjid. Dia mengunjungi kantor kota dan asosiasi lingkungan setempat sebelumnya, memberi tahu mereka bahwa fasilitas itu tidak memiliki hubungan dengan ekstremis atau teroris sama sekali.

 

Rencananya, masjid tersebut akan diperluas nantinya untuk mengakomodasi perpustakaan dan restoran yang menyajikan makanan yang disiapkan khusus untuk umat Islam secara halal. “Saya berharap pembentukan ini dapat memberikan wadah bagi mereka dari berbagai negara dan budaya untuk saling berinteraksi sehingga dapat memperdalam saling pengertian,” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement