REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Pondok Modern Darussalam Gontor di Desa Gontor, Mlarak, Ponorogo, belakangan banyak disorot karena kasus penganiayaan santri oleh seniornya. Pihak pondok telah mengakui adanya penganiayaan yang berujung pada wafatnya santri AM, dan kasus ini sedang diusut oleh kepolisian.
Lembaga pendidikan ini sebenarnya telah lama dikenal sebagai salah satu tujuan para santri yang ingin memperdalam ilmu agama.
Terutama karena banyaknya lulusan Gontor yang dikenal luas, seperti pahlawan nasional Idham Chalid, mantan Ketum PBNU Hasyim Muzadi, mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan berbagai alumni lain yang juga berpengaruh dalam kancah nasional dan internasional.
Pondok ini telah berdiri hampir satu abad lamanya, yaitu sejak tiga pendiri, KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor pada 20 September 1926 atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345 Hijriyah.
Mengutip dari situs resmi Gontor, pada saat itu, jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah (KMI), yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun atau setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.
Namun, sejarah Pondok Gontor, sebenarnya telah bermula sejak abad ke-18. Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan Kiai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini.
Saat pondok tersebut dipimpin Kiai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Dia bernama Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon.
Dia sangat dekat dengan Kiainya dan Kiai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, dia dinikahkan dengan putri Kiai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di Desa Gontor.
Pada saat itu, Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun bahkan pemabuk.
Dengan bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kiai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin putra beliau yang bernama Kyai Anom Besari.
Ketika Kyai Anom Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.
Baca juga: Mualaf Maryum, Masuk Islam Setelah Empat Kali Baca Alquran
Setelah perjalanan panjang tersebut, barulah ada generasi keempat. Mereka adalah tiga dari tujuh putra-putri Kiai Santoso Anom Besari yang menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor.
Mereka itu yang kemudian dikenal sebagai trimurti pondok yang terdiri dari KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi.
Adapun saat ini, pondok di Timur Jawa ini dipimpin KH Hasan Abdullah Sahal, KH Amal Fathullah Zarkasyi, dan KH M Akrim Mariyat.
Setidaknya ada 19 pondok cabang Gontor yang saat ini tersebar di seluruh Indonesia. Pondok-pondok yang terdiri dari 12 kampus putra dan tujuh pondok putri.
Gontor juga telah mendirikan Universitas Darussalam (Unida) pada 2014 yang sebelumnya bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) yang didirikan pada 17 November 1963.