Rabu 07 Sep 2022 15:18 WIB

Turki Minta Yunani Akui Keberadaan Ulama

Yunani diminta Turki akui keberadaan ulama.

Rep: umar mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Turki Minta Yunani Akui Keberadaan Ulama. Foto: Masjid-masjid bekas peninggalan Utsmani di Yunani yang dialihfungsikan menjadi museum, ruang pamer, barak militer, hingga toko roti.
Foto: Uttiek M Panji Astuti
Turki Minta Yunani Akui Keberadaan Ulama. Foto: Masjid-masjid bekas peninggalan Utsmani di Yunani yang dialihfungsikan menjadi museum, ruang pamer, barak militer, hingga toko roti.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mendesak Yunani untuk menghormati hak-hak minoritas Turki di wilayah Thrace Barat. Turki juga memperingatkan untuk berhenti menolak pengakuan terhadap mufti Muslim terpilih.

"Turki mengharapkan Yunani untuk menghormati hak minoritas Turki untuk memilih pemimpin agama mereka," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki saat berbicara dengan Dewan Penasihat Minoritas Turki Thrace Barat, seperti dilansir Daily Sabah, Rabu (7/9/2022).

Baca Juga

Kemenlu Turki mengingatkan, hak minoritas itu dijamin oleh perjanjian internasional, terutama Perjanjian Perdamaian Lausanne. Karena itu Turki meminta Yunani untuk segera mengakhirinya. Dalam sebuah pernyataan, Dewan Penasihat Minoritas Turki Thrace Barat, atas nama minoritas Turki, juga menekankan bahwa mereka akan mempertahankan haknya untuk memilih pemimpin agamanya dan melindungi mufti terpilihnya.

Dewan Penasihat Minoritas Turki Thrace Barat juga meminta minoritas Turki untuk memenuhi semua masjid pada Jumat pekan ini untuk menunjukkan solidaritas. Juga untuk melindungi identitas, agama, mufti dan hak-hak mereka yang dirampas.

Wilayah Thrace Barat Yunani berada di timur laut negara itu, dekat perbatasan Turki. Ini adalah rumah bagi minoritas Muslim Turki berusia berabad-abad yang berjumlah sekitar 150.000. Hak-hak orang Turki di Thrace Barat dijamin di bawah Perjanjian Lausanne 1923, tetapi sejak itu situasinya terus memburuk.

Setelah junta Yunani berkuasa pada 1967, orang-orang Turki Thrakia Barat mulai menghadapi penganiayaan yang lebih keras dan pelanggaran hak oleh negara Yunani, sering kali secara terang-terangan melanggar keputusan pengadilan Eropa.

Minoritas Turki di Yunani terus menghadapi masalah dalam menjalankan hak kolektif dan sipil serta hak pendidikannya, termasuk otoritas Yunani yang melarang kata "Turki" atas nama asosiasi. Yunani bahkan menutup sekolah-sekolah Turki, dan mencoba menghalangi komunitas Turki untuk memilih muftinya. Selain melanggar perjanjian yang sudah berlangsung lama, kebijakan ini juga sering kali secara terang-terangan melanggar putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.

Di Trakia Barat, mufti memiliki yurisdiksi hukum untuk memutuskan masalah keluarga dan warisan bagi komunitas Muslim Turki setempat. Isu pemilihan mufti telah menjadi isu sejak tahun 1991. Pemilihan mufti oleh umat Islam di Yunani diatur dalam Perjanjian Athena 1913 dengan Kekaisaran Ottoman dan kemudian dimasukkan dalam hukum Yunani.

Namun, Yunani membatalkan undang-undang ini pada tahun 1991 dan mulai menunjuk mufti sendiri. Kebanyakan Muslim Turki di kota Komotini (Gümülcine) dan Xanthi (İskeçe) yang terletak di Thrace Barat Yunani tidak mengakui mufti yang ditunjuk dan malah memilih mereka sendiri sesuai dengan perjanjian internasional, yang tidak diakui oleh negara Yunani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement