REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar menyampaikan pidato dalam upacara memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 di Masjid Istiqlal pada Rabu (17/8/2022). Kiai Nasaruddin menilai peran tokoh-tokoh agama belum dilibatkan sepenuhnya oleh pemerintah.
Kiai Nasaruddin mengatakan, peran tokoh-tokoh umat beragama masih terbatas dilibatkan dalam urusan akibat yang ada di sektor hilir. Tetapi tokoh-tokoh agama belum sepenuhnya dilibatkan untuk memikirkan sebab yang berada di hulu, yang menyebabkan akibat itu muncul.
"Faktanya, tokoh-tokoh agama masih lebih banyak diundang oleh kementerian sosial untuk ikut serta menanggulangi berbagai masalah, tetapi belum pernah atau masih jarang diundang oleh Bappenas yang merumuskan secara konsepsional perencanaan pembangunan yang menyebabkan akibat itu muncul," kata Kiai Nasaruddin di Masjid Istiqlal, Rabu (17/8/2022).
Kiai Nasaruddin mengatakan, bagaimana mungkin tokoh-tokoh agama diminta menyelesaikan akibat, sementara tidak pernah dilibatkan ketika merumuskan sebab yang mengakibatkan akibat itu muncul. Jangan sampai ada kesan, tokoh-tokoh agama dianggap bagaikan pemadam kebakaran atau pendorong mobil mogok.
Ia mengingatkan, peran tokoh-tokoh agama dalam negara Pancasila ini sangat penting, terutama dalam era masa krisis seperti yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir ini. Bahasa agama kelihatannya jauh lebih efektif daripada bahasa birokrasi pemerintahan di dalam menggaet partisipasi masyarakat dalam masa krisis.
"Potensi umat beragama tak bisa dilupakan di dalam dunia internasional. Keberhasilan program nasional keluarga berencana yang pernah mengantarkan Piagam Penghargaan bertahun tahun dari PBB, dan terakhir program vaksinasi massal menduduki urutan kelima terbanyak di dunia," ujar Kiai Nasaruddin.
Ia mengingatkan, tantangan di masa depan bangsa Indonesia masih banyak. Di antaranya adalah mengeliminir politik identitas, terutama menghadapi Pemilu tahun 2024. Pesta demokrasi tidak bisa dihalangi karena merupakan roh dari sila keempat. Yakni, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Sila keempat, tidak boleh mereduksi sila ketiga, yakni persatuan Indonesia. Tidak boleh bentuk pengejawantahan salah satu pasal dari Pancasila berhadap-hadapan apalagi bertentangan dengan pasal-pasal lainnya terutama sila pertama. Pancasila harus dianggap sebagai satu kesatuan utuh.
"Dalam agama Islam, menarik untuk dikaji, bukan hanya urusan politik praktis tidak banyak disinggung di dalam Alquran, tetapi kata politik (al-siyasah) samasekali tidak pernah disebutkan dalam Alquran. Mengapa hal yang sepenting ini tidak mendapatkan perhatian khusus di dalam Islam? Apakah ini pertanda bahwa Islam membuka diri untuk memberikan pengakuan kepada berbagai pola suksesi yang hidup di dalam setiap masyarakat? Pola suksesi atau pergantian pemimpin sejak masa permulaan Islam, yakni pada masa Nabi dan Sahabat sampai sekarang, tidak tunggal tetapi beragam," jelas Kiai Nasaruddin.
Ia menambahkan, Alquran tidak memberikan penjelasan dan directions tentang tata cara penentuan, pemilihan, dan penetapan pemimpin umat atau kepala pemerintahan. Nabi sendiri juga tidak pernah memberikan wasiat atau petunjuk tentang proses pergantian kepemimpinan di dalam Islam. Sampai saat-saat terakhir kehidupannya pun tidak memberikan statemen politik. Ini berarti yang ada dalam Alquran adalah etika politik, bukan sistem politik.
Sejumlah tokoh agama perwakilan agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu dan Konghucu menghadiri perayaan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-77 di Masjid Istiqlal. Setelah upacara dilakukan doa secara bergilir oleh tokoh-tokoh agama-agama yang hadir di Masjid Istiqlal.