REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat, Prof Dr KH Adang Hambali menyampaikan, moderasi beragama harus dipahami secara merata oleh para takmir maupun pengurus masjid. Sebab, menurutnya, para takmir masjid berpotensi menjadi pintu masuk radikalisme dan pemahaman keislaman yang dangkal.
"Mengenai radikalisme, mengenai pemahaman keislaman yang dangkal, tentunya ini bisa diawali takmir masjid. Maka takmir masjid ini harus diberi kedalaman pemahaman tentang keagamaan," tutur dia kepada Republika.co.id, Kamis (21/7).
Adang juga mengakui, para takmir memiliki peran yang strategis karena mereka menentukan siapa yang menjadi penceramah dan imam di masjid. Untuk Masjid Pusdai sendiri, dia menuturkan, penceramah dan imamnya berasal dari kalangan ormas Islam yang tidak bertentangan dengan negara.
"Misalnya dari NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya. Karena banyak ormas-ormas yang bertentangan, yang artinya menjurus ke hal-hal yang justru memperdangkal pemahaman tentang agama," ujarnya.
Adang menambahkan, Masjid Pusdai merupakan masjid milik pemerintah provinsi Jabar. Karena itu, kegiatan keagamaan yang digelar di Masjid Pusdai tentu atas sepengetahuan dari badan pengelola Islamic Center di bawah naungan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Jabar.
Selain itu, menurut Adang, pemerintah perlu melakukan suatu kegiatan untuk memberikan literasi keagamaan kepada takmir masjid. Terlebih, karena pemerintah telah mencanangkan moderasi beragama, kegiatan tentang keagamaan di Indonesia dalam bentuk seminar atau lainnya dibutuhkan oleh para takmir masjid.
"Tujuannya supaya takmir masjid paham tentang literasi keagamaan. Ini perlu untuk masjid-masjid di luar Pusdai. Kalau Pusdai sendiri, apapun kegiatan Pusdai mengenai ceramah dan kegiatan serta perayaan keagamaan, kita bersama-sama dengan pemerintah," tuturnya.