Sabtu 09 Jul 2022 06:05 WIB

Masjid Satelit Muslim Indonesia di Negeri Sakura (Bagian 1)

Muslim Indonesia di Jepang menjaga asa membangun masjid permanen di Negeri Sakura.

Kegiatan anak-anak usai Sholat Idul Fitri 2022 di masjid satelit Ruumu Ichi di aula Gedung Minoridai City Center, Matsudo, Chiba, Jepang. Masjid Satelit Muslim Indonesia di Negeri Sakura (Bagian 1)
Foto:

Masjid satelit di Chiba

Ruumu Ichi merupakan komunitas muslim yang dikelola oleh beberapa pemukim asal Indonesia di Jepang. Ia berdiri pada 10 Juni 2022 untuk memfasilitasi warga muslim setempat yang hendak berkegiatan keislaman. Salah satu aktivitasnya menyelenggarakan salat Jumat berjemaah di aula sewaan yang dijadikan sebagai masjid satelit.

Masjid satelit adalah sebutan untuk fasilitas-salat berukuran kecil yang biasanya mengambil tempat di aula atau ruang sewaan dan bersifat semipermanen. Lokasinya sebagian besar berada di pinggiran kota dan kerap bertindak sebagai penunjang dari masjid besar yang ada di tengah kota.

Ketua Komunitas Ruumu Ichi, Muhammad Reja Fauzi, menyatakan, perkumpulan yang dipeloporinya bermula dari fakta banyaknya warga muslim Indonesia yang bermukim di Matsudo dan sekitarnya. Selain bekerja dan belajar, mereka kerap mengadakan pengajian bersama dari rumah ke rumah. Dari temuan itu, dia dan beberapa temannya kemudian menginisiasi pelaksanaan salat idulfitri berjemaah pada Mei lalu.

"Rupanya, jemaah yang hadir saat itu banyak. Yang datang bukan hanya orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Karena itu, kami pun membikin acara kecil-kecilan untuk anak-anak sekaligus memperkenalkan kegiatan keislaman kepada mereka," ucap Reja saat berbincang-bincang via Zoom, Senin (4/7/2022).

Usai mengetahui animo besar warga muslim itu, Reja mengusulkan pelaksanaan salat Jumat berjemaah. Selain bertujuan untuk mendekatkan masjid bagi pemukim muslim di Matsudo, penyelenggaraan ibadah wajib itu juga dimaksudkan sebagai wadah interaksi dan bertukar informasi. Boleh dibilang, ungkapnya, masjid satelit itu beroperasi untuk menaungi komunitas muslim yang sudah ada.

"Dengan begitu, mereka dapat berkumpul dan menyelenggarakan pelbagai kegiatan, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bernuansa sosial," ucap pria yang bekerja sebagai perawat lansia di Chiba itu.

Lebih lanjut, Reja menyebut, harga sewa aula yang digunakan sebagai masjid satelit relatif murah. Untuk ukuran paling kecil dengan daya tampung sekitar 35 orang, harga sewanya ¥220 atau Rp25 ribu per jam. Adapun untuk aula berukuran paling besar yang dapat menampung hingga 150 orang, harga sewanya ¥750 atau Rp85 ribu per jam. Biasanya, kata dia, pengurus komunitas menyewa aula selama 2-4 jam.

"Jika melihat minat warga muslim untuk salat berjemaah di Jepang, tidak tertutup kemungkinan bagi kami untuk menginisiasi pembangunan masjid permanen. Namun, untuk saat ini, kami ingin berfokus pada penyelenggaraan kegiatan keislaman, seperti pengajian untuk anak, dan silaturahmi, termasuk memperkenalkan Islam dan budaya Indonesia ke masyarakat Jepang," tutur Reja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement