REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gugus Tugas Desk Anti-Islamofobia Syarikat Islam menyusun naskah akademik Rancangan Undang-Undang Anti Islamofobia di Jakarta pada Senin (13/6/10/2022). Ormas Islam ini mengumpulkan sejumlah pakar ilmu politik, agama, dan sosial budaya untuk membahas RUU tersebut.
Sejumlah narasumber yang didatangkan adalah Pengamat Politik LIPI Prof Siti Zuhro, Staf Khusus Wakil Presiden RI Prof KH Masykuri Abdillah, pakar pendidikan Prof Taufik Abdullah, Prof Zainal Arifin Husein, aktivitis Syahganda Nainggolan, dan Direktur Amnesti Internasional Usman Hamid.
Diskusi ini dibuka Presiden Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, Hamdan Zoelva dan Ketua Desk Anti-Islamofobia Ferry Juliantono. Menurut Hamdan, berkumpulnya para pakar dari berbagai disiplin ilmu, guna merumuskan masalah inti tentang fenomena gerakan Islamofobia yang telah nyata terjadi di Indonesia.
"Di negara-negara di mana Islam itu minoritas, maka para pelaku Islamofobia seolah mendapatkan tempat untuk menjelekkan Islam," ujar Hamdan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (13/6/2022).
Dalam kesempatan yang sama, KH Masykuri Abdillah menjelaskan, naskah akademik yang disusun itu lebih baik diubah namanya menjadi RUU Anti Kebencian dan Penodaan Agama.
“Istilah Islamofobia sudah muncul sejak awal dekade kedua abad ke-20 lalu, tetapi itu mulai disebut kembali terutama sejak 1980-an setelah terjadinya Revolusi Iran 1978,” ucap dia.
Munculnya Islamofobia diperkuat lagi dengan semakin banyaknya imigran Muslim ke Amerika dan Eropa IPA dan semakin banyaknya orang-orang Amerika dan Eropa yang masuk Islam yang kemudian menimbulkan ketakutan akan adanya Islamisasi Amerika.
"Kita sambut baik ide Syarikat Islam menyusun naskah akademik RUU Anti Islamofobia, agar tidak adalagi orang atau kelompok yang dengan sukahati menjelekkan agama, bahkan membentukan agama dengan Pancasila," kata guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.