Jumat 10 Jun 2022 03:08 WIB

Masjid di Minnesota AS Fasilitasi Program Rehabilitasi Kecanduan Alkohol

Masjid di Minnesota AS memfasilitasi program rehabilitasi kecanduan alkohol.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Masjid di Amerika (ilustrasi)
Foto:

Alasan begitu banyak Muslim mendarat di pusat detoks, Munira menyadari, adalah karena mereka tidak memiliki tempat untuk perawatan kecanduan yang memenuhi kebutuhan budaya mereka. Komunitasnya menghindari topik tersebut, katanya, karena dalam Islam, konsumsi alkohol dianggap haram, atau dilarang, dan karena alkohol tidak tersedia secara luas di negara-negara mayoritas Muslim.

Lantas Munira mulai menghubungi para pemimpin masjid di sekitar kota untuk mengetahui apakah mereka memiliki program untuk mendukung orang-orang dengan gangguan penyalahgunaan zat alkohol. Munira meminta satu masjid untuk menyediakan ruang untuknya sepekan sekali selama 90 menit sehingga dia bisa memulai sebuah kelompok yang mendukung pengobatan terhadap orang-orang yang kecanduan alkohol.

Pemimpin masjid mengizinkan Munira untuk membentuk kelompok pendukung di lokasi mereka karena mereka sudah mengenalnya melalui kerja komunitasnya dalam mengadakan donor darah, membantu para tetua komunitas dengan tugas-tugas seperti membersihkan rumah mereka, dan mengajar kelas. "Orang-orang mengenal saya, dan mereka tahu mereka bisa mendatangi saya," katanya.

Kemudian Munira memutuskan bahwa kelompok pendukung yang dibentuknya akan mengikuti model yang berbeda, sehingga memungkinkan dia untuk menyesuaikan banyak kurikulum. Dia mendirikan kelompok pendukung pertama pada tahun 2018, hanya empat bulan setelah kunjungannya ke pusat detoks, saat dia masih menjadi mahasiswa keperawatan.

Saat itu, empat pria yang sudah mencari bantuan untuk kecanduan mereka melalui pemimpin masjid menjadi peserta pertama kelompok pendukung tersebut. Mereka akan segera merekrut teman-teman dengan perjuangan serupa, dan kelompok pendukung tumbuh secara organik.

Meskipun Munira telah merencanakan kelompok pendukung dengan hati-hati, dia mendapat penolakan dari beberapa anggota masyarakat. Seorang pemimpin agama secara permanen meninggalkan salah satu masjid yang menampung kelompok pendukung tersebut. Sedangkan yang lainnya menelepon ayah Munira untuk memberi tahu dia bahwa putrinya mendorong penggunaan alkohol.

"Terkadang, Muslim dengan masalah kecanduan begitu terpinggirkan sehingga anggota komunitas lain tidak mau bergaul dengan mereka. Beberapa orang berspekulasi tentang alasan Munira mendirikan kelompok pendukung," katanya.

Beberapa jamaah masjid, seperti Jamila Abdulkadir, memahami perlunya kelompok seperti itu, tetapi awalnya mempertanyakan apakah masjid adalah tempat yang tepat untuk menampungnya. Namun seorang pemimpin masjid mengatakan kepada Jamila untuk tetap berpikiran terbuka. "Penyakit kecanduan tidak membedakan kelas sosial," kata Jamila. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement