REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Diskriminasi terhadap Muslim di AS meningkat sebesar 9 persen pada 2021 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini berdasarkan laporan yang dirilis oleh kelompok advokasi dan hak-hak sipil Muslim, Council on American-Islamic Relations (CAIR), dalam konferensi pers pada Senin (25/4) waktu setempat.
Menurut laporan itu, CAIR menerima 6.720 pengaduan secara nasional tahun lalu yang melibatkan berbagai masalah termasuk imigrasi, diskriminasi perjalanan, penegakan hukum dan penjangkauan pemerintah, insiden kebencian dan bias, hak asuh, insiden sekolah, dan insiden kebebasan berbicara.
"Ini merupakan jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan ke CAIR dalam 27 tahun. Tonggak sejarah ini mengkhawatirkan," kata Direktur Eksekutif Nasional CAIR Nihad Awad, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (26/4/2022).
Awad juga menekankan, Islamofobia bersifat struktural dan mendalam di masyarakat kita. "Islamofobia telah menjadi arus utama di Amerika. Itu masuk ke lembaga pemerintah dan ruang publik melalui undang-undang, kebijakan, retorika politik, dan manifestasi lainnya," tambahnya.
Adapun rinciannya, kelompok tersebut menerima 2.823 pengaduan imigrasi dan terkait perjalanan, 745 pengaduan diskriminasi tempat kerja, 553 pengaduan penolakan akomodasi publik, 679 pengaduan penegakan hukum dan pemerintah, 308 pengaduan terkait insiden kebencian dan bias, 278 pengaduan tentang hak penahanan, 177 pengaduan insiden sekolah, 56 pengaduan anti BDS dan 1.101 pengaduan umum.
Laporan tersebut menemukan ada peningkatan 55 persen dalam penegakan hukum dan pengaduan pemerintah yang berlebihan pada tahun 2021, sementara ada peningkatan 28 persen dalam insiden kebencian dan bias yang mencakup pelepasan paksa jilbab, atau jilbab Muslim, pelecehan, vandalisme dan serangan fisik.
Awad yakin pemerintah AS dapat menjadi bagian dari solusi dalam mengekang Islamofobia. Dia mengatakan, CAIR mendesak Kongres hari ini untuk mengadopsi undang-undang yang membuat pendanaan federal untuk lembaga penegak hukum lokal bergantung pada lembaga-lembaga yang mendokumentasikan dan melaporkan kejahatan rasial ke database nasional FBI.
"Ini akan menawarkan insentif bagi penegak hukum lokal untuk menganggap serius ancaman Islamofobia," katanya.