REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama memiliki strategi dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berzakat. Maka Kemenag mendorong agar masyarakat dapat menunaikan zakatnya melalui lembaga resmi yang berizin yaitu Baznas, lembaga amil zakat (LAZ) dan unit pengumpul zakat (UPZ).
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag), Tarmizi Tohor, mengatakan berdasarkan hasil penelitian dan survei selama dua tahun, yaitu pada 2019 dan 2020 oleh Pusat Kajian Strategis Baznas, Kemenag, Bank Indonesia (BI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Diketahui banyak individu yang membayarkan zakat, infak dan sedekah (ZIS) ke non organisasi pengelola zakat. Seperti melalui masjid, lembaga non-masjid seperti pesantren, panti asuhan dan, membayar zakat langsung ke mustahik.
"Untuk UPZ menurut data bahwa di Indonesia terdapat 270.241 masjid, masjid yang belum menjadi UPZ sebesar 92 persen sehingga (penghimpunan ZIS-nya) tidak tercatat dalam pengumpulan nasional," kata Tarmizi melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (11/4/2022).
Dia menjelaskan, sampai sekarang hanya 8 persen dari 270.241 masjid di Indonesia yang sudah bergabung menjadi UPZ. Padahal dari hasil kajian Kemenag dan Baznas, secara total estimasi pengumpulan ZIS di masjid yang belum menjadi UPZ di seluruh Indonesia sebesar Rp6,56 triliun.
Dia menerangkan, jumlah Rp 6,56 Triliun setara dengan pengumpulan ZIS secara nasional pada 2017 sebesar Rp 6,22 triliun atau setara dengan 61,89 persen pengumpulan ZIS nasional pada 2019.
Nominal angka ini sangatlah besar dan dapat menjadi capaian umat Muslim Indonesia dan dunia serta dapat membantu jutaan masyarakat mustahik, fakir, miskin, dan dhuafa.
Sebelumnya, Tarmizi juga meminta masyarakat tidak membagikan zakat secara massal yang menimbulkan kerumunan. Menurutnya akan lebih baik jika zakat disalurkan melalui lembaga resmi yang kredibel.
"Sudah saatnya kebiasaan seperti itu ditinggalkan, mari salurkan zakat melalui Baznas atau LAZ yang telah memiliki izin operasional," ujarnya.
Tarmizi mengatakan, pembagian zakat secara massal akan memicu kekisruhan, bahkan berpotensi menyuburkan mental miskin masyarakat yang menggantungkan hidupnya hanya dari uluran tangan para muzaki.
"Baznas dan LAZ mempunyai mekanisme pendistribusian zakat, tidak hanya sekadar membagikan sembako, melainkan juga adanya program pemberdayaan bagi para mustahik," jelasnya.
Tarmizi menambahkan, kewajiban membayar zakat bagi umat Islam merupakan cara untuk mewujudkan keadilan sosial di bidang ekonomi. Apabila dana ZIS dapat dimaksimalkan, maka dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas.