REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Bulan Suci Ramadhan yang akan dimulai awal April ini telah dinantikan oleh Muslim di seluruh dunia. Di bulan ini, banyak yang menghabiskan waktu dengan memperbanyak ibadah, sembari berusaha berkumpul dengan kerabat terkasih.
Seorang mualaf asal Acton, Abdul Maalik, menceritakan kisahnya menjalani Ramadhan selama 29 tahun terakhir. Ia menyebut kerap merasa sendiria, mengingat keluarganya yang lain beragama Hindu.
"Saya pertama kali masuk Islam pada usia 18 tahun. Itu saat Ramadhan. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan pertama kali. Itu adalah kejutan tersendiri," kata dia dikutip di My London, Kamis (24/3).
Kala itu, ia memilih untuk menghabiskan waktu selama Ramadhan di masjid tempat ia mengucapkan syahadat. Bersama orang-orang yang ada di sana, termasuk imam, ia mencoba mendalami dan mendapatkan lebih banyak pengetahuan.
Pria yang kini berusia 47 tahun ini menyebut bulan Ramadhan pertamanya ini merupakan tantangan, mengingat situasi di rumahnya. Ia tidak bisa secara bebas mengungkapkan keyakinannya kepada anggota keluarga Hindunya.
"Saat bangun untuk sahur, saya akan makan dan meninggalkan piring di wastafel, sehingga keluarga saya akhirnya menyadari bahwa saya sedang berpuasa. Piring itu adalah berkah tersembunyi sehingga saya tidak perlu menyampaikan berita itu sendiri," lanjutnya.
Namun, hal ini tidak lantas bisa langsung diterima oleh keluarganya. Suatu ketika, ia pernah sedang sholat di kamar dan sang ayah memanggilnya. Karena tidak ada jawaban, ayah Maalik lantas berkata jika ia ingin berdoa maka keluar dari rumah.
Akhirnya Abdul Maalik pindah dan mulai mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang Ramadhan. Ia lantas menciptakan rutinitasnya sendiri selama bulan itu.
Ketika Ramadhan berlangsung selama musim panas, ia memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri dan membuatnya merasa kesepian. Tetapi ketika Ramadhan terjadi di musim dingin, waktu berjalan dengan lebih cepat.
Tak hanya menjalani puasa yang bisa terasa sulit, ia menyebut Idul Fitri juga hal yang patut diperhatikan bagi seorang mualaf. Setelah melaksanakan shalat Ied dengan pakaian terbaiknya, ia akan kembali ke rumah dan melanjutkan tidur.
"Sekarang saya tahu mualaf lain melakukan hal yang sama, karena apa yang dapat saya lakukan? Kami tidak selalu menyadari apa yang harus dilakukan untuk Idul Fitri, terutama ketika tidak memiliki keluarga Muslim. Itu sebabnya saya mengatakan kepada mualaf lain untuk lakukan Idul Fitri di taman dan bertemu komunitas, sarapan di sana, nikmati sendiri!" ucap dia.
Dengan diberlakukannya pembatasan Covid-19, tempat-tempat ibadah dibuka dalam kapasitas terbatas selama dua tahun terakhir. Jika biasanya Abdul Maalik pergi ke masjid untuk buka puasa, pada tahun-tahun ini masjid-masjid tidak menyediakannya. Karena itu, ia mulai membiasakan diri untuk memasak.
Tahun ini, ia menyebut mulai tidak sabar untuk kembali merasakan keramaian Ramadhan. Ia ingin segera kembali berkumpul dengan Muslim lainnya baik di masjid maupun saat berbuka puasa.
Sumber:
https://www.mylondon.news/news/west-london-news/i-converted-islam-aged-18-23474861