REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat zakat, Yusuf Wibisono mengatakan, fasilitas bagi para muzakki yang telah membayarkan zakat untuk mendapatkan bukti setor zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (PTKP) memang sudah diatur dalam Undang-Undang. Selain itu, menurut dia, banyak dari pelaku wajib zakat tidak tertarik dengan fasilitas ini.
"Permasalahan utama dari zakat sebagai pengurang PTKP ini adalah jumlah pengurangan kewajiban pajak yang tidak signifikan, sedangkan prosedural-nya tidak mudah, cenderung sulit, sehingga tidak banyak wajib pajak yang tertarik menggunakan fasilitas ini," kata Yusuf pada Rabu (23/3).
Dia mengatakan, bukti setor zakat sesuai dengan amanah UU No. 38/1999, mulai diakomodasi Dirjen Pajak sejak 2003 dan resmi menjadi kebijakan pemerintah sejak 2010 melalui PP No. 60/2010.
"Bukti setor zakat sebagai pengurang PTKP ini sudah ada sejak lama, sejak 2010, sesuai PP No. 60 Tahun 2010. Banyak LAZ (Lembaga Amil Zakat) sudah melakukan ini sejak lama," kata Yusuf.
Menurut Yusuf, arah kebijakan zakat sebagai tax deductions sudah tepat, yakni sebagai pengurang PTKP. Kemudian tidak perlu ada wacana zakat sebagai tax credit apalagi wacana zakat sebagai sebagai pengganti pajak, itu terlalu berlebihan dan tidak produktif, dan berbahaya bagi kelangsungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Yang kita harapkan pajak dan APBN semakin efektif dan berpihak kepada kelompok miskin, dan selayaknya APBN membantu Lembaga Zakat agar upaya penanggulangan kemiskinan oleh Lembaga Zakat semakin berdampak luas," kata Yusuf.
Sebelumnnya Badan Amil Zakat Nasioal (Baznas) memberikan fasilitas bagi para muzakki perorangan maupun muzakki badan yang telah membayarkan zakat maupun sumbangan keagamaan lainnya untuk mendapatkan bukti setor zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak.
"Hal ini menjadi bagian penting sebagai literasi yang diberikan kepada masyarakat khususnya para muzaki juga untuk amilin amilat, bahwa bukti setor zakat dari Baznas maupun LAZ yang sudah disahkan pemerintah dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak," ujar Ketua Baznas RI Prof. Dr. KH. Noor Achmad MA
Menurut Noor, Baznas juga akan mengatur dan bekerja sama dengan Dirjen Pajak, karena hal ini adalah kewajiban agama maupun negara.