"Saya bukan orang Malta berdasarkan paspor, tetapi saya benar-benar orang Malta. Saya ingin jujur, kita membahas tentang pergi, jika mungkin, segera. Tetapi saya perlu waktu untuk menyelesaikan urusan bisnis saya," ujarnya.
Howlader mengatakan dia telah membahas masalah ini dengan teman-teman ekspatriat yang juga berpikir untuk meninggalkan Malta untuk selamanya karena perlakuan tidak adil yang terus-menerus mereka hadapi. Howlader menghubungi Times of Malta setelah pengalamannya baru-baru ini ketika ia mencoba menyewa apartemen dengan dua kamar tidur dan setelah pemiliknya secara terang-terangan menolaknya karena agamanya. Sang pemilik properti itu secara eksplisit mengatakan kepadanya melalui pesan Facebook.
"Maaf. Tidak tertarik. Anda Muslim," bunyi pesan tersebut.
Howlader, yang juga mengelola asosiasi untuk komunitas Bangladesh, mengatakan ini merupakan respons dalam 95 persen kasus. Pemilik properti selalu menunjuk kewarganegaraan atau agamanya sebagai alasan menolak menyewakan tempat mereka kepadanya.
Dalam satu kasus, katanya, seorang wanita pemilik penginapan setuju menyewakan apartemennya kepadanya, bahkan mengambil deposit sebesar 1.200 euro. Tetapi setelah bertemu dengannya secara langsung, dia lantas berubah pikiran.
Ketika Howlader mempertanyakan tentang hal itu, dia mengatakan dia setuju karena mengira Howlader orang lokal. Mereka hanya berkomunikasi dalam bahasa Malta.
"Tentu saja, saya berbicara bahasa Malta!" katanya, beralih ke bahasa Malta untuk membuktikan maksudnya.