Senin 21 Mar 2022 04:20 WIB

Kesan Glodziher Yahudi Dulu dan Sikap Hungaria Kini Terhadap Islam dan Muslim 

Hongaria tengah berupaya terapkan kebijakan xenofobia terhadap Muslim

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Jamaah melakukan shalat di Masjid Da El Salam di Budapest, Hongaria (ilustrasi). Hongaria tengah berupaya terapkan kebijakan xenofobia terhadap Muslim
Foto:

Orban memainkan rasa trauma ini. Mohacs, tempat di mana kekalahan terjadi pada 1526, terletak di wilayah perbatasan antara Hongaria, Serbia, dan Kroasia, tempat jalur pengungsi berjalan. Orban berani membuat sebuah jalan yang sangat retoris ke masa "Perang Utsmaniyah". 

Bukan tanpa keberhasilan, karena kebijakannya membuatnya mendapat tepuk tangan terbuka dari Bavaria dan Partai Kebebasan Austria, serta persetujuan diam-diam dari banyak ibu kota Eropa lainnya. 

Apakah Eropa berbaris menuju perintah untuk melepaskan tembakan? Mengingat muatan nasionalistik yang berasal dari Hongaria, ini adalah pertanyaan mengerikan yang sekarang harus dipertanyakan. 

Orang mungkin mengira bahwa baik Horst Seehofer maupun Viktor Orban tidak pernah mendengar tentang Ignaz Goldziher. Tulisan-tulisan dan kisah hidupnya menyediakan banyak bahan untuk dipikirkan. 

Dia sama sekali tidak hidup di zaman ideal yang dicirikan oleh toleransi dan perdamaian. Di sisi lain, cendekiawan itu terjepit di antara palu anti-Semitisme dan landasan situasi sosial yang menindas dalam komunitas Yahudi Budapest. 

Goldziher Yahudi yang taat merasakan ancaman "dehumanisasi" melalui nasionalisme dan fanatisme agama. 

Dia melihat risiko psikologis yang dihadapi orang saat mereka memasuki zaman modern. Perlindungannya adalah "agama universal dari para nabi". Dia tidak ingin menaruh semua keyakinannya pada berkah "pencerahan" saja. 

Selanjutnya, subyek penelitian "Islam" membawanya ke dalam hubungan damai dengan banyak "orientalis" lain di Eropa. Persahabatan akademis ini juga melampaui batas negara-negara seperti Prancis dan Inggris, yang memusuhi negara asalnya, Hongaria, bagian dari "monarki ganda" Habsburg. 

Baca juga: 3 Tanda yang Membuat Mualaf Eva Yakin Bersyahadat

Di tengah semangat nasionalistik yang meningkat yang menyebabkan Perang Dunia Pertama, cendekiawan pakar Islam Goldziher mendukung jenis Eropa yang berbeda. 

Penulis berpandangan, siapa pun yang melakukan perjalanan melawan arus pengungsi di Danube, mengikuti jejak Goldziher sendiri, tidak akan lagi menemukan di Timur antitesis yang lebih toleran terhadap masyarakat Eropa yang dipenuhi kebencian. 

Memasuki Damaskus kini tidak berarti harus mengetuk "pintu surga". "Kota Khilafah lama", seperti yang dia gambarkan dalam buku hariannya, sekarang lebih seperti gerbang ke neraka. 

Islam dan "kehidupan orang-orang Mohammedan dan hubungan mereka dengan doktrin", yang dipelajari Goldziher dengan cara dasar seperti itu dan diteliti dengan empati yang begitu besar, sekarang tidak lagi dikenali.

 

Sumber: qantara   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement