REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA -- Setelah berbulan-bulan kontroversi tentang larangan hijab di India, Pengadilan Tinggi Karnataka menolak petisi gadis Muslim di Udupi yang mencari hak mengenakan jilbab di sekolah.
Pengadilan menyatakan mengenakan jilbab bukanlah praktik penting dalam Islam, dan kebebasan beragama tunduk pada batasan yang wajar berdasarkan Pasal 25 konstitusi. Menurut Hakim Pengadilan, Siswa tidak dapat memprotes seragam yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan karena mereka berada di bawah batas kewajaran.
Keputusan tersebut dikritik secara besar-besaran oleh umat Islam, terutama perempuan Muslim di platform media sosial. Mereka merasa putusan tersebut akan semakin mengasingkan umat Islam di India.
Aliya Assadi, mahasiswi berusia 17 tahun di sebuah Perguruan Tinggi Pra-Universitas (PU) Udipi dan salah satu pemohon dalam kasus kontroversi jilbab, kecewa dengan keputusan pengadilan. “Keputusan itu mengejutkan bagi kami karena kami memiliki harapan dan kepercayaan yang tinggi pada peradilan,” ucapnya pada TRT World.
Dia menambahkam keputusan itu menghancurkan hati para gadis Muslim. Mahasiswa tidak akan berjuang untuk jilbab dan membahayakan akademik mereka, menurut Assadi, jika itu bukan elemen penting dari agama Islam. Dia akan terus berjuang sampai mereka memperoleh keadilan.
Kontroversi jilbab di Karnataka dimulai pada Januari ketika sebuah sekolah yang dikelola pemerintah di distrik Udupi melarang siswa perempuan yang mengenakan jilbab menghadiri ruang kelas. Hal ini memicu unjuk rasa Muslim dan proses tandingan dari Hindu sayap kanan.
Setelah pejabat perguruan tinggi menetapkan instruksi larangan jilbab pada September, sebuah petisi mengklaim dosen mendiskriminasi mahasiswa. Para wanita memprotes pada Januari, mengajukan kasus di Pengadilan Tinggi Karnataka untuk membatalkan keputusan perguruan tinggi mereka.