REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, memberikan pemaparan mengenai beberapa hal yang dibutuhkan untuk dapat melonggarkan aturan pembatasan selama bulan Ramadhan 1443 Hijriyah.
Menurut dia, ada sejumlah indikator untuk menentukannya, meski sekarang ini belum bisa dipastikan.
Pertama, Prof Tjandra mengatakan, adalah ketika kasus Covid-19 dan angka kematian terus mengalami penurunan.
"Apalagi kalau bisa sama dengan data Desember 2021 dan Januari 2022 awal," tutur Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi itu kepada Republika.co.id, Selasa (8/3/2022).
Prof Tjandra melanjutkan, indikator berikutnya ialah angka kepositifan di bawah 5 persen, angka reproduksi virus di bawah 1, dan tidak ada varian baru yang mengkhawatirkan.
Dalam keadaan demikian, kata dia, berbagai kegiatan pada Ramadhan bisa dilakukan dengan aturan yang lebih longgar.
"Ramadhan masih sebulan lagi. Kita masih harus mengikuti bagaimana perkembangan kasus dalam satu bulan ke depan sebelum dapat memastikan bagaimana situasi Ramadhan," ujarnya.
Menurut Prof Tjandra, untuk saat ini pemerintah dan masyarakat harus terus memaksimalkan apa yang selama ini telah dikerjakan.
"Yang jelas sekarang maksimalkan saja dulu protokol kesehatan, vaksinasi termasuk booster dan surveilans," kata dia.
Sebelumnya, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, Jatim, mendukung adanya wacana anggota DPR RI agar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjelang Ramadhan dicabut.
"Saya setuju tidak ada aturan PPKM, tetapi stakeholder (pemangku kepentingan) semua harus punya komitmen yang sama untuk menyikapi situasi pandemi dengan arif dan bijaksana," kata Ketua Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya, Ahmad Muhibbin Zuhri.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, Hamri Al Jauhari, mengatakan pihaknya setuju usulan dari anggota DPR RI untuk mencabut PPKM menjelang Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
"Karena ini juga untuk memberikan keleluasaan umat Islam dalam melaksanakan ibadah Ramadhan. Walaupun demikian tetap harus mematuhi prokes (protokol kesehatan)," katanya.