Sabtu 05 Mar 2022 19:00 WIB

The Miracle of Giving, Keajaiban Sedekah

Ketika bersedekah ada 700 jalan, 700 cara bahkan lebih.

Ustad Yusuf Mansur menjelaskan soal keajaiban sedekah.
Foto:

Saya kasih contoh. Silakan bertanya kepada orang yang belum berjodoh, belum punya anak keturunan, punya utang banyak, pengen kerja, pengen duit pada balik yang ada di luar, pengen sehat, pengen sembuh, pengen dapat modal, pengen bisa ngembangin usaha, pengen bangkit, pengen jaya; pengen keluar dari kesulitan, kesusahan, persoalan, permasalahan; pengen lepas beban, lepas tanggung jawab; pengen suasana sedih, susah, berubah menjadi gembira dan senang; pengen pergi haji dan umrah; pengen berangkatkan haji dan umrah orang-orang tua, keluarga, kawan-kawan, guru-guru, barangkali; pengen punya rumah atau pengen punya perumahan, atau hal-hal lain. Coba tanya, dengan cara apa mereka bisa mendapatkan itu semua? Mencapai itu semua?

Bisa jalan-jalan, keliling Indonesia, keliling dunia, bisa punya ini, punya itu, bisa begini, bisa begitu, bisa jadi ini, bisa jadi itu, bisa bayar ini, bayar itu, mengangsur ini, mengangsur itu, selesai ini, selesai itu. Dari mana caranya?

Ambillah satu contoh. Tanya anak SMA, “Bagaimana cara kamu bisa kuliah?” jawabannya apakah ada sampai 700 jawaban, 700 pintu, 700 cara, 700 jalan? Ini contoh saja, nih, untuk menunjukkan bahwa Allah itu  الوَاسِعُ, Allah itu Maha Luas, Allah itu Maha tahu.

Bayangkan, pembaca dan penikmat Republika Online. Kalau kita tanya kepada anak SMA tadi, maka jawaban anak itu tiga jawaban, tiga cara, tiga jalan, atau lima jawaban, lima cara, lima jalan. Itu sudah susah payah dia jawabnya.

“Apa, ya, Om? Apa, ya, Pak? Apa, ya, Bu? Apa ya, Kak? Oh, daftar.”  

“Terus apalagi?”

“Mmm ... Ikut ujian.”

“Apalagi?”

“Beasiswa.”

“Apalagi?”  

“Apalagi, ya? Oh, prestasi olahraga.”

“Apalagi?”

“Bayar, Om.” Hehehe.

“Apalagi?”

“iya, ya, apalagi, ya?”

Nah, ketika disebut oleh si anak ini, itu sudah susah payah, tuh. Mikir dulu, padahal itu baru 3, 4, 5 jawaban.

Gak sampai 10, apalagi 700. Itu menujukkan anak SMA tadi memang kayak kita-kita orang ini, gak tahu apa-apa, sempit. Gak mengerti apa-apa, sempit. Gak bisa ada 700 jawaban, 700 cara, 700 jalan untuk bisa kuliah. Apalagi sampai unlimited jawaban. Wah, gak ada itu. Bener-bener. Tanya, dah, hal-hal lain yang tadi sudah saya sebutkan.  

Padahal ketika anak ini bersedekah, para orang tuanya bersedekah, keluarganya bersedekah, mendadak; bagi keinginan anak ini masuk kuliah, itu ada 700 jalan, 700 cara, bahkan lebih, untuk bisa masuk kuliah dan kuliah. Bukan saja di dalam negeri, bisa juga di luar negeri.

Contoh, untuk menujukkan kewasiannya Allah dan kealimannya Allah. Contoh, anak muda ini misalkan habis bersedekah atau orang tuanya bersedekah, bla bla bla. Di perjalanan waktu menolong nenek-nenek, misalkan.

Mungkin pertolongan itu sangat sederhana, cuma nyebrangin jalan doang atau nentengin tentengannya doang. Tetapi nenek ini kemudian menjadi sayang sama anak ini, menjadi jatuh cinta, jatuh hati sama anak ini.

Bisa jadi, nenek ini tidak mendapatkan peristiwa ini sama cucunya. Cucunya gak ada yang perhatian, barangkali. Minta ditemani saja, gak ditemani. Bisa jadi. Minta disupirin langsung sama cucunya, gak disetirin. Bisa jadi.  

Ternyata, itu menjadi salah satu dari 700. Itu baru satu, loh. Masih ada 699 cara lagi. Kemudian anak ini diundang ke rumah si nenek. Ketika lagi makan-makan, datang kemudian anaknya sang nenek. Seorang laki-laki paruh baya mengucap salam, cium tangan, cium pipi sang nenek yang merupakan ibunya.  

Lalu menyapa, “Apa kabar, Dek?”

“Baik, Pak.”  

“Makasih, ya, sudah menolong ibu saya.”

“Oh, ini ibunya Bapak?”

“Saya salin dulu, ya, nanti saya temani makan.”

Terus si nenek itu bilang, “anak saya rektor.” Wuaaah!

Rektor di mana? Ternyata di perguruan tinggi yang anak itu mau kuliah di situ. Itulah, menunjukkan bahwa Aku ini الواسِ عُ dan Aku ini  اَلعَليْمُ.

Ini nanti yang akan dibahas di Republika Online. Ini menjadi serial pertama dari pembahasan tentang sedekah, the miracle of giving.

Terima kasih. Sampai ketemu pada pembahasan berikutnya di Republika Online.

Saya Yusuf Mansur. Mohon maaf lahir batin. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement