Ahad 20 Feb 2022 01:50 WIB

Seminar HAM Muslim: Sentimen Anti-Muslim di Asia Memburuk

India dan Myanmar menjadi dua contoh yang mencolok dari kekerasan terhadap Muslim.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
 Seorang wanita Muslim (CR) mengenakan Hijab (jilbab) berjalan dengan wanita lain yang mengenakan Niqab (cadar yang menutupi wajah kecuali area mata) di Bangalore, India, 16 Februari 2022. Pengadilan Tinggi Karnataka mendengar pada 16 Februari petisi yang menentang larangan jilbab Di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi pra-perguruan tinggi dibuka setelah ditutup selama seminggu, karena masalah jilbab. India telah mengalami peningkatan jumlah kejahatan kebencian dan serangan terhadap Muslim, Kristen, dan Minoritas dalam beberapa bulan terakhir. Seminar HAM Muslim: Sentimen Anti-Muslim di Asia Memburuk
Foto:

Fai mengatakan retorika Modi tentang tur luar negeri sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan di India. Dia memberi contoh dari kunjungan Modi pada 2019 ke Texas. Menurutnya, Modi berbohong kepada rakyat Amerika dengan menyebut India sebagai demokrasi terbesar di dunia, sementara berita utama dari tempat-tempat seperti Kashmir menceritakan kisah yang berbeda.

Dia mencontohkan sebuah artikel berjudul "Saat Kashmir Dihilangkan, Demokrasi India Mati dalam Keheningan", yang diterbitkan oleh The Huffington Post ketika Kashmir berada di bawah jam malam militer yang ketat. Fai mengatakan, media berita di Kashmir telah dimusnahkan untuk membungkam perbedaan pendapat. Karena itu, ia mendesak anggota OKI menginisiasi sebuah solusi. Dia juga menuntut pembebasan segera tahanan politik dan perlindungan pada rakyat Kashmir sebelum genosida skala penuh terjadi.

Fai mengatakan situasi hak asasi manusia telah memburuk ke tingkat yang berbahaya di wilayah yang disengketakan ini. Dia mengacu pada pembatasan kebebasan berbicara di bawah Undang-Undang Pencegahan Kegiatan Melanggar Hukum (UAPA), sebuah undang-undang kejam yang digunakan oleh negara India terhadap warga sipil, terutama jurnalis dan aktivis hak asasi manusia.

Undang-undang UAPA ini memungkinkan pemerintah India memenjarakan seseorang selama enam bulan tanpa pengadilan atau jaminan, dan menghalangi intervensi yudisial. Menurut Fai, negara ini sering membenarkan UAPA dengan mengatakan undang-undang itu digunakan untuk mencegah kegiatan terkait teror, asosiasi yang melanggar hukum, dan kegiatan yang dapat membahayakan kedaulatan dan integritas India.

PBB telah mengatakan UAPA menggunakan kriteria yang tidak tepat, karena mengandung definisi 'tindakan teroris' yang kabur dan terlalu luas. Di samping itu, kata PBB, undang-undang itu memungkinkan orang ditahan dalam penahanan pra-persidangan yang lama dan membuat jaminan kepastian menjadi sangat sulit, serta UAPA itu tidak memenuhi standar hak asasi manusia internasional.

Seorang aktivis hak asasi manusia terkenal dari Kashmir, Khurram Parvez, ditangkap pada 22 November 2021, di bawah undang-undang UAPA yang kejam. Mary Lawlor, Pelapor Khusus PBB untuk Pembela Hak Asasi Manusia, menyebut penangkapan Parvez tersebut menggelisahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement