REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON – Anggota Kongres Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez melayangkan kritik tajam pada kebijakan Israel memenjarakan anak-anak Palestina. Dia menyoroti bagaimana Israel menempatkan mereka di tempat seperti kandang.
Ocasio-Cortez membandingkan kondisi anak-anak Palestina dengan anak-anak migran di perbatasan AS-Meksiko. Mereka sama-sama berada di dalam kurungan. “Palestina pada dasarnya adalah kata yang dilarang. Ia disensor. Kita tidak membicarakannya. Tidak ada yang tahu tentang itu. Kita seharusnya tidak membiarkan kemanusiaan orang disensor di AS,” katanya saat berbicara di acara Democratic Socialists of America, Rabu (16/2), dikutip laman Middle East Monitor.
Dia kemudian menentang tudingan atau label anti-Semitisme yang ditujukan pada beberapa kritikus vokal Israel di House of Representatives AS. Selain Ocasio-Cortez, terdapat beberapa anggota Kongres lain yang cukup vokal melayangkan kritik pada kebijakan Israel terhadap Palestina. Mereka antara lain Ilhan Omar dan Rashida Tlaib.
"Percaya pada martabat dasar manusia dan kemampuan seseorang untuk tidak dipenjara atau dipukuli apa adanya, itu tidak berarti bahwa Anda fanatik terhadap komunitas lain mana pun. Dan kita harus menyebutnya apa adanya,” ujar Ocasio-Cortez.
Ocasio-Cortez, Omar, dan Tlaib dikenal sebagai “The Squad”. Mereka terkenal karena sikapnya yang sangat kritis terhadap Israel. Sebelumnya mereka telah menyerukan pemerintah AS agar menghentikan bantuan dana tanpa syarat kepada Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Belum lama ini sekelompok organisasi hak asasi manusia (HAM), melaporkan bahwa Israel telah menangkap 502 warga Palestina sepanjang Januari lalu. Warga yang ditangkap termasuk anak-anak dan wanita.
The Commission of Detainees and Ex-detainees' Affairs, the Palestinian Prisoners' Club, Addameer Prisoner Support and Human Rights Association, dan Wadi Hilweh Information Centre mengungkapkan, dari 502 warga Palestina yang ditangkap, 54 di antaranya adalah anak-anak, salah satunya berusia di bawah 12 tahun. Israel juga menangkap enam wanita.
"Jumlah tahanan Palestina di penjara Israel telah mencapai sekitar 4.500 pada akhir Januari, termasuk 34 wanita, 180 anak di bawah umur, dan sekitar 500 di bawah penahanan administratif," kata kelompok-kelompok HAM tersebut dalam pernyataan bersama pada 11 Februari lalu.
Menurut mereka, otoritas Israel juga terus membidik mahasiswa-mahasiswa Palestina dan kegiatan perkuliahannya. Pada 1 Februari lalu, Amnesty International menerbitkan laporan setebal 211 halaman yang menyatakan Israel telah mempraktikkan sistem apartheid terhadap rakyat Palestina. Amnesty menyebut, temuannya didasarkan pada penelitian dan analisis hukum. Kasus-kasus yang dikaji antara lain penyitaan tanah dan properti warga Palestina oleh Israel, pembunuhan di luar hukum, pemindahan paksa, serta penolakan kewarganegaraan.
Amnesty International mengatakan, tindakan-tindakan Israel tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan sistem penindasan dan dominasi. Di sisi lain, hal tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dari apartheid.