REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Duta Besar Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, Rashad Hussain, prihatin terhadap pelarangan kontroversial jilbab di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di negara bagian Karnataka, India selatan. Larangan ini memicu protes keras dari New Delhi.
Dalam cuitan di akun Twitter-nya, Hussain menyampaikan, larangan jilbab akan menstigmatisasi dan meminggirkan perempuan dan anak perempuan. "Kebebasan beragama termasuk kemampuan untuk memilih pakaian keagamaan seseorang," tweet Hussain, seperti dilansir Aljazeera, Ahad (13/2/2022).
Kementerian Urusan Luar Negeri Indonesia pun menanggapinya. Juru Bicara Kemenlu India, Arindam Bagchi menuturkan, larangan tersebut sedang dalam pemeriksaan yudisial.
“Kerangka dan mekanisme konstitusional kami, serta etos dan pemerintahan demokrasi kami, adalah konteks di mana masalah dipertimbangkan dan diselesaikan. Komentar yang memiliki motif tentang masalah internal kami tidak diterima," kata Bagchi.
Perselisihan soal larangan jilbab di sekolah dan perguruan tinggi terjadi pada bulan lalu, ketika sekelompok mahasiswa Muslim memprotes setelah dilarang masuk perguruan tinggi karena mereka mengenakan jilbab sebagaimana yang dipakai wanita Muslim.
Sejak itu, beberapa perguruan tinggi lain telah menyaksikan protes baik untuk maupun menentang larangan jilbab. Sebab, di sisi lain, kelompok sayap kanan Hindu yang mengenakan selendang safron mengadakan protes terhadap jilbab.
Pekan lalu seorang mahasiswi Muslim berhijab dicemooh oleh gerombolan sayap kanan Hindu di sebuah perguruan tinggi di negara bagian Karnataka, yang kemudian menyebabkan kemarahan.
Berita itu mendorong pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai untuk mendesak para pemimpin India untuk menghentikan marginalisasi perempuan Muslim. "Perguruan tinggi memaksa kita untuk memilih antara studi dan hijab," cuitnya di Twitter, Selasa lalu.
Manchester United dan pemain internasional Prancis Paul Pogba juga prihatin terhadap wanita Muslim di Karnataka. Dia berbagi video di Instagram dengan judul "Massa Hindu terus melecehkan gadis-gadis Muslim yang mengenakan jilbab ke perguruan tinggi di India". Hindutva adalah ideologi supremasi Hindu yang mengilhami BJP yang memerintah di India.
Februari lalu, New Delhi bereaksi tajam terhadap kicauan penyanyi Rihanna dan aktivis perubahan iklim Greta Thunberg dalam solidaritas dengan para petani yang memprotes dan mengatakan bahwa para selebriti membutuhkan pemahaman yang tepat tentang masalah ini.
Protes petani berlangsung selama satu tahun sampai pemerintah Modi mencabut tiga undang-undang pertanian yang merupakan tuntutan utama petani.
Kemudian pada 5 Februari, pemerintah negara bagian selatan yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi melarang pakaian yang mengganggu kesetaraan, integritas, dan ketertiban umum.
Namun karena banyak penolakan, pengadilan tinggi Karnataka lantas menangguhkan keputusannya sebagai tanggapan atas petisi yang diajukan oleh sekelompok wanita Muslim terhadap larangan hijab.
Panel tiga hakim akan mengadili kasus itu lagi pada Senin untuk memutuskan apakah sekolah dan perguruan tinggi dapat memerintahkan siswa untuk tidak mengenakan jilbab di ruang kelas. Pengadilan, sementara itu, telah meminta siswa untuk tidak mengenakan jilbab di perguruan tinggi.
Aktivis mengatakan larangan jilbab adalah bagian dari agenda anti-Muslim BJP dan bertentangan dengan konstitusi India, yang menjamin hak beragama bagi setiap warga negara. Sejak Modi berkuasa, serangan terhadap minoritas, khususnya Muslim, meningkat.
Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam
Mahasiswa Muslim menilai keputusan perguruan tinggi itu mengejutkan karena mereka diizinkan untuk menghadiri perguruan tinggi dengan jilbab mereka hingga baru-baru ini.
Mereka berpendapat bahwa konstitusi mengizinkan orang India untuk mengenakan pakaian pilihan mereka dan menampilkan simbol-simbol agama.
Aktivis dan pemimpin oposisi juga mengkritik negara bagian Karnataka karena meloloskan undang-undang anti-konversi dan undang-undang anti-sembelih sapi pada tahun lalu. Hal ini dinilai menargetkan orang Kristen dan Muslim.
Sumber: aljazeera