Selasa 08 Feb 2022 02:55 WIB

Larangan Jilbab dan Jalan Terjal Prancis Berdamai dengan Populasi Muslim

Prancis menghadapi tantangan besar berhadapan dengan populasi Muslim

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Muslimah di Prancis berdemontrasi menentang pelarangan pengenaan jilbab di luar ruang (ilustrasi). Prancis menghadapi tantangan besar berhadapan dengan populasi Muslim
Foto:

Jadi, larangan olahraga ini akan berdampak besar pada banyak wanita. Sekali lagi, anggota parlemen Prancis telah memilih untuk melanjutkan jalur tabrakan yang berbahaya dengan populasi Muslim negara itu dan terutama wanita Muslim Prancis. 

Larangan ini dipandang lebih dari sekadar menyangkal hak perempuan untuk berolahraga. Larangan berjilbab saat berolahraga adalah tentang semakin tidak manusiawi, meminimalkan dan menghapus wanita Muslim Prancis yang memilih untuk mengenakan jilbab. Itu membuat wanita Muslim menjadi sasaran Islamofobia gender yang disetujui negara dan kebencian sayap kanan.

Penulis opini Shaista Aziz musim panas lalu bersama dengan Amma Abdullatif dan Huda Jawad meluncurkan petisi viral yang menyerukan Asosiasi Sepak Bola Inggris, pemerintah Inggris, dan perusahaan teknologi untuk bekerja keras melarang rasis dari sepakbola seumur hidup. Ini menyusul pelecehan yang dilakukan pada tiga pemain muda berkulit hitam setelah final Euro Wembley melawan Italia.

Kampanye telah mengumpulkan 1,2 juta tanda tangan. Dalam waktu 48 jam setelah petisi diluncurkan, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berdiri di parlemen dan berupaya untuk memenuhi tuntutan. Kampanye ini kemudian menjadi berita utama di Inggris dan mendapatkan perhatian media global. 

"Namun, jika kami adalah tiga wanita Muslim Prancis, kemungkinan besar kami tidak akan diizinkan memasuki ruang publik atau politik arus utama negara dengan cara yang sama hanya karena kami mengenakan jilbab," ujarnya.

Pada Mei 2020, ketika Prancis seperti banyak negara di Eropa dan dunia mewajibkan masker wajah di beberapa tempat seperti transportasi umum untuk mencoba penyebaran virus corona, larangan cadar di Prancis tetap berlaku.

Pada 2018, Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, larangan Prancis merupakan pelanggaran agama dan dapat berdampak pada wanita Muslim dengan menghalangi akses mereka ke layanan publik dan meminggirkan mereka. Ketika berbicara tentang jilbab dan bagaimana wanita Muslim memilih untuk berpakaian, ada disonansi kognitif yang tersebar luas di Prancis.

Diilustrasikan dalam unggahan media spsial Instagram baru-baru ini oleh Vogue France yangemuji kedatangan aktor Julia Fox di Paris Men's Fashion Week sambil mengenakan jas hujan Balenciaga dengan jilbab hitam, kacamata hitam, dan tulisan "Ya untuk jilbab!".

Postingan  tersebut menarik kecaman luas dari wanita Muslim dan lainnya dari wanita Muslim dan lainnya yang menunjukkan standar ganda seorang aktris kulit putih, kaya, terkenal, Amerika yang dipuji mengenakan jilbab sebagai pilihan mode.  

 

Sementara seorang wanita Muslim Prancis memilih untuk mengenakan jilbab dalam dirinya sendiri. Negara menghadapi pembatasan pilihan hidup dan gerakan dan mungkin didenda dan dikrimininalisasi oleh negara. Vogue France kemudian menghapus postingan instagram tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement