REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wachidah Ridwan mengatakan, penyerangan dari para ekstrimis dan teroris targetnya terus berubah-rubah. Perubahan ini bisa dilihat dari hasil penelitian Wachidah terhadap kasus bom Bali pada tahun 2002 sampai 2015.
"Di mana targetnya adalah orang-orang bule. Artinya semua orang bule itu dianggap orang kafir maka perlu dibunuh," kata Wachidah Ridwan saat menjadi pemateri dalam halakoh kebangkasaan yang digelar BPET MUI, kemarin.
Akan, tetapi setelah itu targetnya berubah, bukan orang bule lagi. Selanjutnya yang menjadi target kaum ekstrimisme dan terorisme adalah gedung-gedung yang merepresentasikan orang kafir.
"Tempat kerja saya di Kedutaan Besar Amerika menjadi target utama, Hotel. Jadi targetnya mereka berubah terus, setelah dari orang bule menjadi objek objek vital," ujarnya.
Setelah menargetkan orang bule, dan objek-objek vital, selanjutnya mereka menargetkan para anggota polisi. Selesai menargetkan polisi jadi serangan teroris, kini semua orang menjadi target termasuk umat Islam.
"Dan terakhir sekarang bukan polisi lagi jadi target mereka, tetapi kita semua sesama muslim," katanya.
Wachidah mengatakan, karena partisipasi masyarakat itu masih begitu rendah, maka harus dicarikan solusinya. Solusinya itu di antaranya membuat strategi bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat.
"Jadi kita sudah mendapati fakta bahwa sebenarnya partisipasi kita itu rendah dalam pencegahan," katanya.
Menurutnya banyak faktor, kenapa partisipasi masyarakat terhadap pencegahan ekstrimisme dan terorisme di Indonesia ini masih begitu rendah. Di antara penyebabnya adalah pendidikan, dakwah dan ekonomi.
"Rendahnya dari mana itu dihutung dari variabel, ada masalah pendidikannya, dakwahnya ada masalah ekonominya dan ada beberapa variabel dalam partisipasi itu," katanya.