REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Noor Achmad menyebut permasalahan terorisme adalah persoalan bangsa. Tindakan ekstremisme dan terorisme bisa terjadi pada siapa saja yang menabrak pemikiran anti-NKRI, anti-Pancasila, dan anti-UUD 1945.
"Permasalahan ekstremisme, radikalisme, terorisme, tidak hanya yang ada di kalangan umat Islam, tapi seluruh umat di Indonesia manakala menabrak kesepakatan NKRI. Ini bagian tidak terpisahkan dari tindakan teror," ujar dia dalam pembukaan Halaqah Kebangsaan I, Rabu (26/1/2022).
Sejak 2003, MUI dengan tegas mengatakan anti-terorisme dan anti-ekstremisme. Persoalan teror ini bukan hanya persoalan Islam, tapi juga Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kepolisian, BNPT, Densus, dan BIN bisa bekerja sama dengan MUI dalam rangka melakukan sosialisasi Islam ahlussunnah wal jamaah yang berprinsip Islam wasathiyah (moderat). Jika kerja sama ini bisa berjalan, beberapa hal yang menjadi kekhawatiran, seperti ekstremisme, terorisme dan radikalisme bisa diminimalisasi.
Indonesia merupakan negara bangsa. Pancasila yang menjadi dasar bangsa merupakan hasil kesepakatan semua masyarakat dan tokoh yang ada di dalamnya. NKRI, UUD 1945, dan Pancasila merupakan satu kesatuan dari negara ini.
"Jika muncul pemikiran yang bertentangan dengan Islam wasathiyah, MUI sudah mengantisipasi. MUI tegas menyatakan antiterorisme dan anti-ekstremisme," lanjutnya.
Kegiatan Halaqah Kebangsaan I digelar oleh Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Acara kali ini mengangkat tema Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme.