REPUBLIKA.CO.ID, Perempuan yang lahir dengan nama Christina itu berasal dari keluarga non-Muslim yang cukup taat beribadah. Tiap Minggu, kedua orang tua selalu mengajaknya pergi ke tempat ibadah. Walaupun dididik untuk menjadi pribadi yang religius, wanita yang kini menjadi pengusaha tekstil di Jepang itu tidak benar-benar memahami ajaran agamanya saat itu.
Saat beranjak remaja, sikapnya yang abai pada religi makin terasa. Perempuan kelahiran 1989 itu bahkan berdoa kalau ingat saja. Saya menaruh perasaan skeptis terhadap agama saya (sebelum IslamRed).
Sebab, pengalaman masa remaja saya yang tidak menyenangkan. Saya berdoa kepada Tuhan sesekali saat butuh saja waktu itu, ujar wanita asal Singapura tersebut dalam blognya yang dikutip Harian Republika.
Saat berusia 24 tahun, Meryem sempat mempertanyakan arah hidupnya selama ini. Kala itu, dirinya sudah sukses meraih titel sarjana. Pekerjaan pun bisa diperolehnya sehingga kondisi finansialnya cukup baik. Akan tetapi, bukan kebutuhan materi yang dikhawatirkan, melainkan kehidupan setelah kematian.
Maka, pertanyaan-pertanyaan muncul dalam benaknya. Apa yang terjadi sesudah manusia mati? Apakah hidup hanya sekali ini saja? Dan, yang paling penting, sebenarnya apakah tujuan hidup manusia? Pada 2014, Meryem mulai berteman dengan seseorang. Sebut saja namanya S. Ternyata, kawannya itu cukup religius. Ia juga memahami tentang krisis eksistensialnya.
Berdiskusi dengannya membuat Meryem kembali tertarik untuk mengenal Tuhan. Selama ini, dirinya hanya percaya bahwa Tuhan itu ada. Namun, kesadaran untuk beribadah dan taat kepada-Nya baru kali ini muncul dengan teguh dari dalam hatinya.
S merupakan seorang Muslim. Maka, Meryem pun memperoleh berbagai pengetahuan keislaman darinya. Pada awalnya, ia sekadar ingin mencari tahu. Lama kelamaan, ajaran tauhid menarik perhatiannya untuk mengenal lebih dekat risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu.
Sebelumnya, semua yang saya kenal tentang orang-orang Islam hanyalah bahwa wanita yang harus mengenakan hijab, padahal pakaian itu rasarasanya tidak cocok dipakai saat cuaca panas di Singapura. Kemudian, makanan halal, puasa sebulan penuh, dan lain-lain, katanya mengenang.
Baca juga: Mualaf Erik Riyanto, Kalimat Tahlil yang Getarkan Hati Sang Pemurtad
Kepada S, Meryem pun menanyakan berbagai topik itu. Sempat dirinya khawatir bahwa kawannya yang Muslim itu akan tersinggung. Nyatanya, S termasuk orang-orang yang berpikiran terbuka sehingga menyukai diskusi.
Mengenal Islam
Sebelumnya, Meryem mengira bahwa Islam adalah agama yang terlalu ketat. Lihat saja, misalnya, aturan bahwa seorang Muslim dilarang mengonsumsi minuman beralkohol atau daging babi.