Selasa 21 Dec 2021 22:30 WIB

Deretan Janji Taliban yang Terserak tak Berujung

Komitmen Taliban untuk Afghanistan diragukan banyak pihak

Komitmen Taliban untuk Afghanistan diragukan banyak pihak. Ilustrasi Taliban Afghanistan
Foto:

Kebijakan ekstraprotektif Beijing terhadap Xinjiang dalam satu dekade terakhir menjadi bagian dari upaya memagari wilayah China daratan dari pengaruh-pengaruh ekstremisme, radikalisme, dan terorisme berbau agama.

Beberapa saat setelah peristiwa ledakan bom di Menara Kembar WTC, New York, pada 2001, pasukan Amerika Serikat menangkap sejumlah anggota jaringan teroris Alqaeda berlatar belakang etnis minoritas Muslim Uighur Xinjiang di Afghanistan. China sangat yakin bahwa ETIM memiliki keterkaitan dengan Alqaeda. 

Bahkan pada 2002, laporan intelijen China memublikasikan bahwa ETIM menerima sejumlah dana, senjata, dan dukungan logistik dari organisasi terorisme pimpinan Osama bin Laden itu.

Dalam laporan itu pula disebutkan bahwa pasukan militan ETIM yang lulus dari pelatihan Alqaeda di Afghanistan telah kembali ke Xinjiang untuk membangun sel-sel teroris.

Namun tuduhan tersebut dibantah pemimpin ETIM Hasan Mahsum dengan mengatakan bahwa organisasinya tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan Alqaeda atau Taliban.

Tak lama kemudian Mahsum tewas dalam sebuah penyergapan yang dilakukan oleh pasukan Pakistan pada Oktober 2003.

Meskipun terbersit keraguan akan janji-janji Taliban, Beijing masih menyimpan harapan terhadap mitra barunya itu. Bersama Rusia dan Pakistan, China turut membidani lahirnya pemerintahan baru di Afghanistan di bawah rezim Taliban sebagaimana komitmen yang disampaikan oleh para politikus senior mereka di Kabul pada tanggal 21-22 September lalu.

Beijing juga mengajak negara-negara lain di luar sekutu utamanya seperti Rusia dan Pakistan untuk berperan konstruktif dalam membantu lahirnya pemerintahan baru di Afghanistan.

Menlu Wang Yi menyerukan pencabutan sanksi internasional terhadap Afghanistan yang tidak bisa berbuat banyak akibat cadangan devisanya diblokir.

"Cadangan devisa Afghanistan merupakan aset negara itu yang bisa digunakan untuk rakyatnya," kata Wang dalam konferensi video para menlu negara-negara Kelompok 20 pada 23 September lalu.

Dalam kesempatan itu, dia menyebutkan bantuan dana kemanusiaan senilai 200 juta yuan (Rp440,7 miliar) telah diberikan China kepada Afghanistan, termasuk donasi 3 juta dosis vaksin Covid-19.

Wang juga menyerukan Amerika Serikat dan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memikul tanggung jawab bersama dalam menyelesaikan masalah imigrasi di Afghanistan.

 

"Keberhasilan merekonstruksi sistem ekonomi di Afghanistan akan menjadi solusi dalam mencegah munculnya masalah imigrasi yang sangat rumit," ujarnya.   

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement