REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Delegasi dari 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bertemu pada Ahad (19/12) dalam sebuah sesi khusus di Islamabad, Pakistan. Mereka bertemu untuk membahas bantuan kemanusiaan bagi Afghanistan karena negara itu tengah menghadapi krisis.
Konferensi itu adalah pertemuan puncak internasional terbesar tentang Afghanistan sejak Taliban menggulingkan Pemerintah Afghanistan yang didukung AS pada Agustus 2021. Pada kesempatan itu, negara anggota OKI berjanji membuka saluran keuangan dan perbankan untuk melanjutkan likuiditas dan aliran bantuan keuangan dan kemanusiaan.
Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengumumkan, dana pembangunan tersebut dan mengatakan itu akan dibentuk di bawah naungan Bank Pembangunan Islam, meskipun tidak jelas apakah upaya itu akan berhasil. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan memperingatkan, jutaan orang bisa kelaparan dan kekacauan bisa melanda Afghanistan jika situasinya tidak segera ditangani.
"Jika tidak diambil tindakan segera, Afghanistan menuju kekacauan," kata Khan, dilansir di DW, Senin (20/12).
Khan lantas mendesak AS memutuskan tautan bantuan kepada rakyat Afghanistan dari pemerintah Taliban yang negaranya bantu atur di Kabul. Dia menekankan, cita-cita Barat tentang hak asasi manusia mungin tidak sesuai kenyataan di lapangan. Dia juga memperingatkan, gagasan setiap masyarakat tentang hak asasi manusia itu berbeda.
Di tengah kekhawatiran yang meningkat tentang tingkat krisis yang dihadapi Afghanistan, tanggapan internasional justru lamban. Pemerintah Barat enggan membantu Taliban karena khawatir memberikan legitimasi.
Dalam sebuah pernyataan, para peserta pertemuan tersebut mengatakan mengizinkan akses Afghanistan ke cadangan mata uang beku di luar negeri akan sangat penting untuk mencegah keruntuhan ekonomi. Perwakilan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), AS, Uni Eropa dan Jepang semua mengamati konferensi tersebut.
Tidak jelas berapa banyak dana kemanusiaan yang akan disimpan. Tidak ada pengakuan yang diberikan kepada Taliban selama konferensi itu.
"Kita tidak bisa mengabaikan bahaya kehancuran ekonomi total," kata penjabat menteri luar negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi.
Lebih dari 20 juta warga Afghanistan menghadapi kelaparan sejak Taliban menyerbu ibu kota Kabul pada pertengahan Agustus 2021. Runtuhnya sistem perbankan Afghanistan telah memperumit masalah pengiriman bantuan kemanusiaan yang sudah rumit.
Bank-bank Afghanistan sebagian besar tetap tutup sejak 15 Agustus ketika Taliban menguasai Kabul dan penarikan dibatasi hingga 200 dolar (178 euro) per bulan. Sementara itu, ribuan orang berdiri di tengah cuaca dingin menunggu paspor pada Ahad (19/12), mencoba eksodus dari negara mereka yang dilanda perang ini.