REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Daerah Istimewa Yogyakarta menyarankan masyarakat mendaftarkan putra-putrinya di pondok pesantren yang terbuka dengan lingkungan di sekitarnya. "Kadang-kadang mohon maaf, ada pesantren yang justru lingkungan sekitarnya sama sekali tidak mengenal aktivitas yang ada di dalamnya sehingga tertutup sekali," kata Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag DIY Bukhori Muslim, Senin (13/12).
Menurut dia, para orang tua perlu mengetahui terlebih dahulu berbagai aktivitas hingga kurikulum yang ada di pesantren sebelum mendaftarkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan keagamaan itu, termasuk sekolah berasrama lainnya. Sebaiknya, kata dia, masyarakat dapat mengutamakan pesantren yang sudah banyak dikenal masyarakat luas maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya. Latar belakang pendidikan serta sosok pengasuh, kiai atau ustadz yang mengampu, menurut dia, juga bisa menjadi salah satu pertimbangan masyarakat memilih pesantren.
"Ini semuanya adalah dengan harapan agar orang tua dalam memilihkan pendidikan pesantren anaknya bisa tepat," ujar dia.
Mengenai munculnya kasus kekerasan seksual di salah satu pesantren di Bandung, Bukhori berharap, masyarakat tidak menggunakan isu itu untuk menggeneralisasi kondisi seluruh pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan berbasis asrama lainnya di Indonesia. "Insya Allah kalau di Yogyakarta selama ini pesantrennya berjalan dengan baik dan mudah-mudahan tidak akan ada masalah di masa yang akan datang. Ini yang penting kami tekankan kepada warga masyarakat untuk menerima informasi dengan arif dan bijaksana. Menerima informasi dengan utuh tanpa ada informasi yang dipolitisasi," ujar Bukhori.
Menurut dia, izin operasional pesantren yang dikeluarkan Kemenag bisa memastikan pondok pesantren memiliki kredibilitas dan tepat untuk dipilih. "Tidak kalah penting agar memilih pesantren yang tidak berseberangan dengan pemerintah, kemudian pesantren yang sudah jelas punya izin operasional," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Kementerian Agama Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi memastikan satu dari dua pesantren milik HW pelaku pelecehan seksual terhadap 12 santriwati di Kota Bandung tidak memiliki izin. Izin operasional satu pesantren lainnya telah dibekukan hingga kasus tersebut selesai disidangkan.