Sabtu 11 Dec 2021 09:38 WIB

LBM PWNU DKI Kupas Penarikan Donasi Masyarakat untuk Terorisme

LBM PWNU DKI deklarasikan Resolusi Jihad Kemanusiaan Melawan Terorisme.

Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar diskusi dan bahtsul masail dengan tema Menyoal Dana Terorisme, Rabu (8/12).
Foto: Dok LBM PWNU DKI
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar diskusi dan bahtsul masail dengan tema Menyoal Dana Terorisme, Rabu (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar diskusi dan bahtsul masail dengan tema “Menyoal Dana Terorisme”, Rabu (8/12).  Hadir beberapa narasumber, yaitu dari Densus 88 AKBP Goentoro Wisnoe Tjahjono  SPd, Direktur Wahid Foundation Mujtaba Hamdi, dan dua narasumber dari perwakilan LBM PWNU DKI Jakarta divisi kontra terorisme KH  Mujahiddin Nur dan KH  Soffa Ihsan.   

Sebelum acara dimulai, Pengurus LBM PWNU DKI Jakarta yang dipimpin oleh ketua LBM KH  Mukti Ali Qusyairi bersama-sama membacakan deklarasi Resolusi Jihad Kemanusiaan Melawan Terorisme LBM PWNU DKI Jakarta , yang berisi:

Kami pengurus LBM PWNU DKI Jakarta menyerukan Resolusi Jihad Kemanusiaan Melawan Terorisme.

1. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, berpegang teguh dan menjaga kesepakatan seluruh anak bangsa untuk hidup bersama adalah kewajiban, dan menciderainya adalah penghianatang pada janji yang dilarang agama.

2. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, kesetiaan kepada NKRI adalah bagian dari komitmen keimanan dan keagamaan kami. 

3. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, berbagai aksi kekerasan, terorisme dan kekejaman atasnama agama adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa dibenarkan dan bentuk pembohongan atasnama Tuhan yang harus dilawan. 

4. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, berbagai doktrin dan ajaran yang mengarah pada kekerasan, madharat, dan destruktif adalah pemahaman yang tidak bisa dibenarkan dan murni dari pemahaman manusia yang sempit, bukan dari Tuhan, dan wajib diluruskan. 

5. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, moderasi, toleransi, persatuan, nasionalisme, kemanusiaan, keadilan, dan persaudaraan antarumat Islam, antarwarga negara, dan antarumat manusia adalah nilai-nilai luhur yang harus dijunjung tinggi. 

6. Kami menaati peraturan pemerintah Indonesia secara keseluruhan dan mendukung pemerintah dalam penegakan hukum terhadap kelompok teroris berdasarkan keadilan, kemaslahatan, dan melindungi masyarakat dari ancaman kerusakan.

Narasumber dari Densus 88 AKBP Goentoro Wisnoe Tjahjono  SPd menjelaskan bahwa sumber dana terorisme yaitu dari infak, dana dari organisasi jaringan internasional, fa’i, donasi, trading crypto, dan pinjaman online. Dana tersebut digunakan untuk gaji pengurus struktural JI, akomodasi dan tempat pembinaan, persediaan logistik, transportasi, bantuan modal usaha kepada anggota, dan aksi teror. Pendanaan terorisme juga untuk perekrutan, pendoktrinan, i’dad (latihan) fisik, bom dan senjata.  

Setelah seluruh narasumber selesai mempresentasikan materinya, dilanjutkan  bahtsul masail. Ada dua persoalan yang dibahas dan berhasil dirumuskan oleh para kiyai dan ibu nyai LBM PWNU DKI Jakarta. Pertama, hukum penarikan donasi dari masyarakat dengan mengatasnamakan donasi kemanusiaan, yatim piatu, pembangunan masjid, atau atasnama kebajikan secara umum, akan tetapi kenyataannya digunakan untuk pendanaan teroris. 

Kiai Asnawi Ridwan menyatakan bahwa, donasi umat dan masyarakat tersebut beragam niatnya, ada yang sedekah, hibah, hadiah, atau niat wakaf adalah sesuatu yang mulia dan dianjurkan agama. Karena itu umat dan masyarakat tertarik untuk mendonasikan sedikit uangnya. “Akan tetapi ternyata dana donasi umat dan masyarakat oleh pengepul donasi digunakan sesuatu yang merusak dan berbahaya seperti terorisme, dan ini adalah haram dan harus dikecam sebagai perbuatan yang tercela dan menjijikkan,” kata Kiyai Asnawi seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Ibu Nyai Amirah Nahrawi menyatakan bahwa penyelewengan dana donasi itu termasuk khiyanatu al-amanah, mengkhianati amanah yang dititipkan umat dan masyarakat yang diniatkan untuk jalan kebaikan diselewengkan untuk jalan keburukan seperti terorisme.

Senada dengan itu, Ibu Nyai Dalliya Hadirotal Qudsiyah menyatakan bahwa setelah mengetahui bahwa ada khiyanatu al-amanah, maka pihak yang menyelewengkan dana wajib bertanggung jawab dengan mengembalikan sejumlah dana yang telah diselewengkan dengan digunakan untuk sesuatu yang diniatkan umat dan masyarakat sejak awal yaitu jalan kebaikan.

KH  Mukti Ali Qusyairi selaku moderator menyimpulkan dari seluruh pendapat para kiyai dan bu nyai LBM bahwa karena masyarakat yang berdonasi sangat banyak dan tidak bisa diidentivikasi orang per orang, maka pemerintah yang wajib menyita aset kalangan teroris sesuai dengan sejumlah dana donasi yang diselewengkan ke kegiatan terorisme. Sebab,  telah menipu dan merugikan dana umat dan masyarakat.

Sehingga, para kiyai dan bu nyai LBM merekomendasikan bahwa; pertama, pemerintah menghukum segenap para pelaku terorisme sesuai dengan hukum yang berlaku. Kedua, menyita aset organisasi terorisme karena sudah merugikan keuangan masyarakat.

Ketiga, aset hasil sitaan itu dialokasikan oleh pemerintah ke berbagai jalan kebajikan yang sesuai dengan label yang tertulis dalam kotak donasi, seperti pembangunan masjid, pesantren, jalan raya, yatim piyatu, dan mustadh’afin. Dan jika label yang tertulis dalam kotak donasi tidak ada pengkhususan dalam kegunaannya maka pemerintah dapat mengalokasikan harta sitaan itu ke jalan kebajikan, sesuai dengan regulasi dan kebijakan.  

Kedua, persoalan fa’i dan ghanimah yang digunakan oleh kalangan teroris dalam memberi pembenaran atas pencarian dan pembobolan ATM untuk pendanaan terorisme.

Kiyai Achmad Fuad menyatakan bahwa, “Fa’i adalah mengambil harta orang non-Muslim dengan cara merampas tanpa kekuatan perang, dan ghanimah adalah pampasan perang. “Kalau dilihat dari definisi fa’i dan ghanimah, maka sesungguhnya fa’i dan ghanimah dalam wilayah-wilayah yang sedang berkecamuk peperangan, dan tidak berlaku di negara-negara aman seperti Indonesia,” ujarnya.

Dalam kitab Tasyri’ al-Jinaiy dikatakan bahwa selama di satu wilayah atau negara penduduk muslim diberi kebebasan menjalankan ibadah, maka negara tersebut adalah negara aman, dar al-salam, dan tidak boleh dikategorikan sebagai negara perang, dar al-harb. 

“Kita tahu bahwa di Indonesia seluruh pemeluk agama diberi kebebasan dalam menjalankan dan mengamalkan ibadahnya masing-masing. Bahkan umat Islam diberi fasilitas dalam memudahkan menjalankan ibadah haji dan umrah. Sama sekali tidak ada larangan dalam melaksanakan ibadah. Karena itu Indonesia adalah dar al-salam (negara aman), dan bukan dar al-harb (negara perang). Apa yang dilakukan para teroris adalah pencurian dan perbuatan kriminal yang diharamkan dan harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku,” paparnya.

Pengurus LBM PWNU DKI Jakarta yang hadir yaitu KH  Mukti Ali Qusyairi, KH  Zainul Ma’arif, Kiai Ahmad Fuad, Kiai Ali Mursyid, Kiai Saepullah, Ibu Nyai Dalliya Hadirotal Qudsiyah, Ibu Nyai Amirah Nahrawi, Ibu Nyai Izza Farhatin Ilmi, Kiai Faruq Hamdi, Kiai Roland Gunawan, Kiai Sapri Saleh, Kiai Agus Khudhori, Kiai Ahmad Hilmi, Kiai Suyuthi, Kiai Kam Taufiq, Kiai Imam Sobarul Azim, Kiai Muhammad Khoiron, Kiai Ade Pradiansyah, Kiai Fairuz Abadi, Kiai Fakhrurazi, Kiai Mahfudz Rozak, Kiai Didit Soleh, dan Kiai Jamaluddin Junaidi serta Kiai Asnawi Ridwan selaku perumus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement