Rabu 08 Dec 2021 04:35 WIB

Pengungsi Rohingya Tuntut Facebook Rp 2,1 Kuadriliun

Facebook gagal mengawasi ujaran kebencian hingga terjadi kekerasan pada Rohingya.

Rep: Santi Sopia/Idealisa Masyafrina/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi Rohingya Tuntut Facebook Rp 2,1 Kuadriliun. Pengungsi Rohingya menunggu di kapal angkatan laut untuk diangkut ke pulau terpencil di Teluk Benggala, di Chittagong, Bangladesh, Selasa, 29 Desember 2020.
Foto:

Pihak berwenang Myanmar mengatakan telah memerangi pemberontakan dan menyangkal melakukan kekejaman sistematis. Pada 2018, penyelidik hak asasi manusia PBB mengatakan penggunaan Facebook telah memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan. Penyelidikan Reuters tahun itu, yang dikutip dalam pengaduan AS, menemukan lebih dari 1.000 contoh postingan, komentar, dan gambar yang menyerang Rohingya maupun Muslim lainnya di Facebook.

Pengadilan Kriminal Internasional telah membuka kasus atas tuduhan kejahatan di wilayah tersebut. Pada September, seorang hakim federal AS memerintahkan Facebook untuk merilis catatan yang terkait dengan kekerasan anti-Rohingya di Myanmar. Lalu muncul gugatan class action baru ini dengan merujuk klaim pelapor Facebook Frances Haugen, yang membocorkan cache dokumen internal tahun ini. Facebook disebut tidak mengawasi konten yang kasar pada negara-negara di mana ujaran kebencian kemungkinan akan menyebabkan kerugian paling besar.

Keluhan tersebut juga mengutip laporan media baru-baru ini. Hal itu termasuk laporan Reuters bulan lalu, bahwa militer Myanmar menggunakan akun media sosial palsu untuk terlibat dalam apa yang secara luas disebut sebagai “pertempuran informasi.”

Diperkirakan 10 ribu Muslim Rohingya tewas selama penumpasan militer di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha pada 2017. Facebook, sekarang bernama Meta, tidak segera menanggapi tuduhan tersebut, dilansir di BBC, Selasa (7/12).

https://english.alarabiya.net/News/world/2021/12/07/Rohingyas-sue-Facebook-for-150-bln-over-hate-speech-leading-to-Myanmar-violence

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement