“Setiap tahun, kami berpartisipasi dalam festival panen selama seminggu. Kami benar-benar menikmati liburan ini, menikmati makanan baru bersama keluarga kami di kebun,” kata Abu Jamal dari Khan Younis, Selatan Jalur Gaza, dilansir TRT World, Jumat (3/12).
“Kami membagi diri menjadi beberapa kelompok. Para wanita menyiapkan makanan, teh, kopi, dan roti Saj, yang mereka panggang dan masak di atas api. Satu kelompok bertanggung jawab untuk mengguncang pohon, yang lain mengumpulkan dari tanah sementara yang lain menaruh buah zaitun di keranjang dan terpal. Sambil bekerja, kami menyanyikan lagu-lagu nasional dan terkadang menari dabka sambil menikmati roti tradisional Palestina dengan minyak zaitun dan thyme bersama dengan teh yang memiliki rasa khusus karena dibuat di atas api,” tambahnya.
Memperpanjang cabang sampai mati
Orang Palestina menganggap panen zaitun sama tradisionalnya dengan pernikahan orang Palestina. Momen ini menawarkan wawasan yang mengungkapkan budaya masyarakat dan hubungan mendalam yang mereka rasakan dengan tanah yang mereka tempati.
Bagi orang Palestina, pohon zaitun bukan sekadar komoditi pertanian. Ini terkait langsung dengan martabat dan kebangsaan mereka. Beberapa menganggapnya sebagai kartu identitas Palestina, penanda sejarah dan bahkan kehidupan.
Hal ini terlihat dalam minyak zaitun murni yang diberikan orang Palestina sebagai hadiah dan yang merupakan makanan pokok sehari-hari. Mereka menggunakan minyak ini sebagai balsem obat dan mengoleskannya pada tubuh untuk menyembuhkan penyakit.