REPUBLIKA.CO.ID, — Sebagai seorang Muslim perlu memiliki kehati-hatian wara' dalam memperoleh rezeki. Jangan sampai rezeki yang dapat itu justru diperoleh dengan cara-cara batil semisal mengambil hak orang lain.
Misalnya saja seseorang yang membangun perusahaan dengan mengambil tanah orang lain dan mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya atau dalam perkara lain semisal mengkorupsi dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan masyarakat, dan lainnya. Sebab sejatinya orang yang mengambil hak orang lain itu akan dapat kesengsaraan di hari kiamat. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad ﷺ:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 188 sebagai berikut:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dalam tafsir tahlili Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama RI dijelaskan bahwa pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang makan harta orang lain dengan jalan batil.
Pengertian makan dalam ayat ialah mempergunakan atau memanfaatkan, sebagaimana biasa dipergunakan dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya. Batil ialah cara yang dilakukan tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah SWT.
Para ahli tafsir mengatakan banyak hal yang dilarang yang termasuk dalam lingkup bagian pertama ayat ini, antara lain seperti makan uang riba, menerima harta tanpa ada hak untuk itu, makelar-makelar yang melaksanakan penipuan terhadap pembeli atau penjual.
Kemudian pada ayat bagian kedua atau bagian terakhir yang melarang menyuap hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagian harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu. Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيْهِ شَيْئًا يَأْخُذُهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ، فَبَكَى الْخَصْمَانِ وَقَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا: اَنَا حِلٌّ لِصَاحِبِي فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ اِذْهَبَا فَتَوَخَّيَا ثُمَّ اسْتَهِمَا ثُمَّ لِيُحْلِلْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ (رواه مالك وأحمد والبخاري ومسلم و غيرهم)
“Sesungguhnya saya adalah manusia dan kamu datang membawa suatu perkara untuk saya selesaikan. Barangkali di antara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga saya memenangkannya, berdasarkan alasan- alasan yang saya dengar. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dari saya untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya) kemudian ia mengambil harta itu, maka ini berarti saya memberikan sepotong api neraka kepadanya.
(Mendengar ucapan itu) keduanya saling menangis dan masing-masing berkata. Saya bersedia mengikhlaskan harta bagian saya untuk teman saya. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan, “Pergilah kamu berdua dengan penuh rasa persaudaraan dan lakukanlah undian dan saling menghalalkan bagianmu masing-masing menurut hasil undian itu.” (Riwayat Malik, Aḥmad, Bukhari, Muslim, dan lain-lain