Jumat 19 Nov 2021 22:05 WIB

Satu Tungku Tiga Batu, Hidup Damai Umat Beragama Papua Barat

Kerukunan umat beragama di Papua Barat sudah terjalin lama

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan umat beragama di Papua Barat sudah terjalin lama. Ilustrasi sholat di Fakfak Papua Barat
Foto:

Menurutnya, mungkin saja tanpa bantuan Sultan Tidore, di tanah Papua agama Kristen tidak akan berkembang pesat. Melihat sejarah ini, bisa disimpulkan bahwa kerukunan antarumat beragama di tanah Papua sudah ada semenjak Negara Indonesia belum berdiri. 

"Jadi ada kerjasama yang terjalin antara dua agama yakni Islam dan Kristen sejak saat itu, yang menjadi fondasi," kata Ustadz Nausrau yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat itu. 

Ia menceritakan, di wilayah Kabupaten Fakfak dan Kaimana ada kearifan lokal yang menjadi fondasi kerukunan di Papua Barat. Yaitu 'Satu Tungku Tiga Batu' sebagai filosofi kerukunan yang terjalin baik di tanah Papua Barat. 

Kearifan lokal ini melambangkan kerukunan umat beragama di Papua Barat, di antaranya agama Islam, Protestan, dan Katolik. Jadi di dalam satu keluarga atau satu marga itu sudah biasa terdiri dari Muslim, Protestan, dan Katolik. Jadi diibaratkan sebagai satu tungku, tiga batu.

"Meski mereka berbeda keyakinan, namun dalam kehidupan sosial masyarakatnya, mereka saling membantu, saling bahu-membahu satu sama lain," jelas Ustadz Nausrau. 

Ia menegaskan, kerukunan di antara Muslim, Protestan, dan Katolik sampai sekarang tetap terjalin baik. Meski banyak cobaan dan gangguan yang bisa merusak ikatan kerukunan, ikatan mereka tetap kuat karena ikatan mereka adalah ikatan kekeluargaan. 

Ia mengatakan, kerukunan antarumat beragama yang dibangun di Papua Barat itu adalah kerukunan yang dibangun di atas landasan kekeluargaan yang kuat dalam sebuah marga. Ini yang menjadi dasar kerukunan di Papua Barat terjalin dengan baik dan kuat dibandingkan dengan daerah lainnya. 

"Kerukunan di sini kerukunan yang dibanun atas dasar hubungan emosional, ada keterikatan silsilah keluarga di situ, sehingga menjadi fondasi kerukunan yang sangat kuat," jelasnya. 

Ustadz Nausrau mengatakan, sikap saling menghormati dan menghargai antarumat beragama bukan sesuatu yang dibuat-buat, melainkan sikap tersebut saling menghormati dan menghargai itu sudah berlangsung sejak dulu. 

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

Sementara itu, anggota FKUB Papua Barat perwakilan umat Katolik, Abraham Yumte, mengatakan ada hal-hal yang mendasari kerukunan umat beragama di Papua Barat.

Pertama, dari sisi sejarah, Injil masuk ke tanah Papua berkat kapal Sultan Tidore mengantarkan misionaris ke Papua Barat. "Sultan Tidore itu Islam tapi mengantarkan dua pendeta itu sampai ke tanah Papua, sehingga dari segi historis kami sudah rukun dari dulu," ujarnya.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement