REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat oleh Tim Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang disebut diduga terkait tindakan pidana terorisme telah mengejutkan berbagai pihak. Nama MUI pun terseret akibat kasus tersebut dan di media sosial muncul tagar untuk membubarkan MUI. Bersamaan dengan itu, muncul pula tagar mendukung MUI.
Menanggapi wacana pembubaran MUI itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan eksistensi MUI masih sangat diperlukan. Pasalnya, MUI dapat menjadi wadah dan forum silaturrahim para ulama dari ormas Islam yang berbeda-beda.
Walaupun tidak mengikat, kata dia, fatwa MUI juga bermanfaat dalam memandu umat dalam masalah-masalah aktual dan masalah keagamaan lainnya.
"Adanya anggota MUI yang diduga menjadi bagian dari organisasi teroris, tidak bisa menjadi alasan untuk membubarkan MUI," kata Mu'ti melalui pesan elektronik kepada Republika, Rabu (17/11).
Meski demikian, Mu'ti menyarankan bahwa MUI perlu lebih selektif dalam menyusun anggota-anggotanya. Menurutnya, MUI perlu melakukan penelitian sebelum menetapkan seseorang sebagai pengurus.
"Tidak perlu ada screening," tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Polisi Ahmad Ramadhan, mengungkapkan, tiga terduga teroris yang ditangkap di Bekasi memiliki peran sebagai pengurus dan Dewan Syuro Jamaah Islamiyah. Tiga terduga teroris yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, yakni berinisial AA, AZ dan FAO.
Ketiga terduga teroris kelompok JI ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, Selasa pagi. Dimulai dari AZ ditangkap pukul 04.39 WIB, berlokasi di Jalan Merbabu Raya, Perumahan Pondok Melati, Bekasi. Kedua, FAO ditangkap pukul 04.43 WIB di Jalan Yanatera, Kelurahan Jatimelati, Bekasi. Kemudian yang ketiga, AA ditangkap pukul 05.49 WIB berlokasi di Jalan Raya Legok Blok Masjid, Jatimelati, Bekasi. Berdasarkan data yang diperoleh, terduga AZ merujuk pada Ahmad Zain An-Nazah, AA merujuk pada Anung Al Hamad, sedangkan FAO merujuk pada Farid Ahmad Okbah. Ustadz Ahmad Zain diketahui merupakan anggota Komisi Fatwa MUI Pusat.