Laporan tersebut juga menyoroti pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa sejak menjabat terus menargetkan dan mengkambinghitamkan penduduk Muslim untuk mengalihkan dari masalah ekonomi dan politik. Laporan tersebut juga mengatakan, kebijakan kremasi wajib untuk jenazah korban Covid-19 meskipun kremasi tegas dilarang dalam Islam dan kurangnya bukti ilmiah untuk mendukung klaim bahwa mengubur korban akan meningkatkan penyebaran penyakit.
"Dari undang-undang antiterorisme dan kremasi paksa hingga niqab dari madrasah, pemerintah Sri Lanka telah mengejar agenda kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap Muslim. Kami mendesak pihak berwenang mempertimbangkan kembali usulan yang saat ini sedang dipertimbangkan, dan bagi masyarakat internasional memantau dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kebebasan dan perlindungan minoritas di Sri Lanka," kata Kyle Ward.
Laporan tersebut juga mendokumentasikan beberapa kasus di mana undang-undang ini telah disalahgunakan untuk menargetkan individu, termasuk Hejaaz Hizbullah, seorang pengacara dan aktivis yang telah ditahan lebih dari 15 bulan dan Ahnaf Jazeem, seorang penyair dan guru yang ditangkap pada 16 Mei 2020 menyusul klaim yang tidak berdasar tentang puisi berbahasa Tamilnya. Amnesty International menghubungi pihak berwenang Sri Lanka tetapi belum menerima tanggapan.