REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Frustrasi, kesedihan hingga kemarahan dirasakan puluhan warga Palestina tidak berdokumen yang bergegas ke Kementerian Urusan Sipil di Ramallah pekan lalu. Mereka berbondong-bondong ke tempat itu setelah mendengar Israel akan memberikan status hukumnya.
Tapi saat mereka telah menjelajahi daftar yang dikeluarkan kementerian untuk mencari nama mereka, banyak yang tidak masuk dalam daftar tersebut. Padahal keputusan tersebut sudah ditunggu warga Palestina yang menikah dengan orang asing tidak berdokumen dan yang tinggal bersama di Palestina, serta warga Palestina yang memiliki anggota keluarga dekat yang tidak berdokumen.
Israel telah mengendalikan pendaftaran penduduk Palestina sejak 1967, dan negara pendudukan memiliki wewenang penuh untuk mengeluarkan kartu identitas dan paspor Palestina. Otoritas pendudukan yang memutuskan siapa yang akan masuk dan keluar dari negara itu.
Otoritas pendudukan itu telah berhenti memproses permintaan untuk reunifikasi keluarga Palestina 12 tahun yang lalu, meninggalkan ribuan warga Palestina tanpa status hukum yang jerlas. Mereka tidak dapat melakukan perjalanan atau mengakses perawatan kesehatan, pekerjaan, pendidikan, atau sistem hukum – termasuk untuk perceraian.
Banyak yang menghindari bepergian dari satu kota ke kota berikutnya karena takut ditangkap di pos pemeriksaan militer di mana identitas mereka diperiksa. Kebijakan Israel terhadap Palestina telah meninggalkan apa yang diperkirakan oleh para pejabat menjadi puluhan ribu tanpa status hukum di tanah air mereka dan telah membuat banyak keluarga terpisah.